Sekolah Hebat Berprestasi
TAK LELAH AKU MENCARIMU
Oleh
Nisa Amelia Pratiwi
Siswi SMA Negeri 1 Terara
Kinara memandang lekat- lekat foto wanita usia 25-an di majalah indonesia yang dibawanya. Sejak membaca majalah itu, dan menemukan foto Kayla disalah satu halamannya, lembaran lembaran itu menjadi harta berharga baginya. Tak seorang pun dia izinkan membawa lembaran majalah itu. Kalau mau membaca, harus baca didepannya. Kinara sudah seperti penjaga perpustakaan dibagian ensiklopedia saja.
“ Jangan dibawa kemana-mana, cepat kembalikan ke aku. Pokoknya aku mau simpan itu koran baik baik.” Katanya kepada adik lelaki bungsnya, Sani.
Sani kini pergi entah kemana. Katanya, mencari satu cup mie panas di counter makanan cepat saji terdekat. Kinara mendongkakkan kepala, memandang megah dan mewahnya salah satu bandara terindah dan termegah di negara ini. Tokyo International Airport, Jepang. Sedari tadi dia mengagumi bangunan itu. Hmm, andaikan tidak berada dalam detik-detik yang menegangkan, dia mungkin lebih memilih duduk santai disana, dan menikmati segalanya. Mungkin duduk disalah satu cafe disana, minum segelas susu vanilla kesukaannya, sambil makan roti hangat.
Tapi, tidak, ini momen terpenting dalam hidupnya. Sebenarnya tadi Kinara enggan sarapan. Toh, selama dipesawat dia sudah cukup banyak makan. Menurutnya demikian, padahal kata adiknya, dia tampak gugup dan enggan makan. Yah, siapa yang salah? Rasanya semua orang akan sepertinya jika akan bertemu orang yang belasan tahun dirindukannya.
“ Kak, ini mie cup-nya. Ayo dimakan...” Kinara tersentak. Pemuda bertubuh sedang, mirip ayahnya, sudah ada disampingnya dan menyodorkan satu cup mie instant.
“ Kakak malas makan, Sani. Udah kamu makan saja!”
Sani tak bergeming. Cup mie itu tetap berada didepan Kinara. Kalau sudah begini, Kinara tau anak itu menurun dari siapa sifatnya. Keras kepala. Kinara mengambil cup mie itu dari tangan Sani, lantas meletakkan disisinya. Si bungsu itu pun melotot. “ Kak, ayo dimakan dulu.” Sani segera mengaduk-aduk mie yang dibawanya sendiri. Sembari menoleh kesana-kemari, seperti mencari-cari seseorang. Kinara menurut, lantas berusaha menikmati mie yang dibawakan Sani. Mereka menikmati makanan cepat saji itu ditengah keramaian. Mie itu hampir habis ketika akhirnya terdengar sebuah suara memanggil nama Kinara dan Sani.
“ Maaf, apa benar ini dengan Kak Kinara? Eh, kamuSani?” Kinara dan Sani mendongak. Seorang pemuda tinggi, besar, putih, berhidung mancung, dengan mata indah khas orang orang Jepang berada didepan mereka. Ada satu lagi sosoknya yang membuat Kinara teringat pada seseorang. Pria itu berlesung pipit indah saat berbicara. “ Mmm.. benarkah?” pemuda itu bertanya lagi. Kinara masih terpaku, sementar Sani sudah sigap berdiri, sejajar dengan sang pemuda. Mereka jadi tampak sebaya.
“ Ya, benar. Apakah betul kamu Sandri Rajadin Angkasa?” Sani bertanya.
Pemuda itu mengangguk cepat. Lantas, tak pakai lama, mereka berjabat tangan, berangkulan, saling peluk dan menepuk bahu lawannya.
“ Ah, Sandri...akhirnya bertemu kamu disini,” Sani tersenyum lebar, menggoyang- goyangkan tangan pemuda itu yang masih dijabatnya. Sandri juga tersenyum lebar. “ Sani Rajadin Angkasa. Senang bertemu kamu disini. Baikkah perjalananya?”
“ Baik. Semua baik” sahut Sani. Tak lama, Kinara berdiri dan mendapat salam dari pemuda itu. Meraih tangan Kinara dan mencium punggung tangannya.” Selamat datang kak Kinara. Aku merindukan kakak.”
“ Kakak merindukan kamu Sandri” Kinara menarik Sandri menuju pelukannya. Kinara terkesan dengannya, tapi pandangannya nyarang mencari kemana-mana sosok yang dirindukannya. Sandri tampak mengerti. Dia langsung mengambil ponsel, dan menempol seseorang. “ kak Kayla, Sandri sudah temukan! Tunggu saja disana. Eh, kak Kinara, Sani, ayo kita keluar sebentar.”
Sandri lantas dengan sigap menggeret koper Kinara, sementara Sani membawa kopernya sendiri. Mereka melewati pintu keluar bandara dan dibangku-bangku luar, diantara penduduk dunia yang mondar-mandir, Kinara melihat sosok itu.
Kayla Rajadin Anastasya. Dia tersenyum disebrang sana dengan penampilan yang sangat cantik. Kinara bingung apakah dia saudaranya atau bukan. Namun hatinya mengarahkannya ke sana. Dia yakin sekali wanita yang dengan cepat berdiri menyambutnya, itula Kayla.
“ Kak Ara!”
“ Kayla?!”
“ Kak Ara. Kakak, aku rindu padamu”
“ Kayla adik kakak”
Sejenak mereka larut dalam tangis-tangisan. Kinara memeluk wanita itu, dan Kayla tak melepaskannya. Mereka saling mengelus dan menepuk punggung. Maklum, sudah sekitar 8 tahun mereka tidak bertemu. Sani dan Sandri, kedua adik bungsu mereka saling berpandangan. Mereka ingin menahan diri agar tak menangis, mereka mendekat kearah kedua saudara perempuan sulung mereka dan ikut berpelukan melepas rindu. Setelah selesai melepas rindu mereka pun pulang kerumah kediaman Kayla dan Sandri. Kinara memandang takjub adiknya. Bagaimana bisa Kayla sangat cantik bak artis. Kayla meletakkan segelas teh di depan Kinara, berikut satu toples kacang-kacangan, satu toples buah kering, dan biskuit. “ Mari minum, Kak”
Sani dan Sandri pergi entah kemana.
Sambil menikmati sajian, bayangan bayangan kenangan Kinara dan Kayla melesat ke masa lalu. Sekitar 8 tahun yang lalu, waktu itu ayah-ibu mereka hendak menjodohkan Kayla dengan putra tetangga mereka yang kaya raya. Seperti cerita sinetron saja, tapi terjadi didunia nyata. Orang tua mereka berhutang pada keluarga kaya tersebut. Walaupun tak melipatgandakan jumlahnya, mereka meminta orang tua Kayla dan Kinara menggantinya dengan salah satu dari anak gadis mereka.
Saat itu Kinara sedang fokus-fokusnya sekolah jadi orang tua mereka tidak tega menghancurkan masa depan Kinara. Lagipula, si pria anak tetangga itu tak menginginkan Kinara. ‘ Nasib malang’ jatuh pada Kayla. Pria itu mengincarnya sejak lama. Terjadi diskusi alot antara orang tua dengan Kayla, dan itu tidak diketahui Kinara yang saat itu sekolah di sebuah fakultas kedokteran dikota lain. Ketika itu, komunikasi tak semudah sekarang. Yang Kinara tahu, adik perempuannya sudah lenyap dari rumah ketika dia pulang untuk liburan semester. Suasana rumah pun dingin serta kacau.
“ Loh, Bu, dimana Kayla dan Sandri?” tanya Kinara ketika itu.
Sementara Sani baru beumur 10 tahun ketika itu. Jadi dia tidak mengerti apa-apa. Diingatnya, ibunya yang sedang memasak tiba-tiba berhenti mengaduk makanan dalam panci. Tangan kirinya mengusap air mata dipipinya. Lantas, tak ada percakapan kecuali tangisan. Kinara baru mengetahuinya beberapa jam kemudian setelah kondisi emosi ibunya reda. Kayla membawa Sandri pergi entah kemana. Alasan demi alasan kepergian si cantik Kayla dan si bungsu Sandri diketahuinya dari tetangga sebelah yang sudah dianggap seperti keluarga. Rupanya, Kayla menitip pesan kepada mereka, sealigus ‘menitipkan’ ayah-ibu serta Sani kepada mereka. Sekarang, Kayla ada dihadapan Kinara.” Aku sudah bilang sejak awal, aku nggak mau dijodohkan. Tapi yasudahlah, nasib itu akhirnya jatuh padaku” cerita Kayla. Kinara menyeruput teh panasnya. Dia memahami kegalauan adiknya ketika itu. “ Mau bagaimana lagi, sebenarnya aku pun bingung hingga saat ini, bagaimana cara menghadapi ayah dan ibu” Kayla melanjutkan. Dia bercerita, dirinya bukannya ingin seenaknya saja melarikan diri dari persoalan. Kayla melarikan diri dengan hanya membawa Sandri karena takut jika sendirian. Dia pamit hanya kepada tetangga. Alasan Kayla memilih membawa Sandri karena sebelumya dia juga lebih dekat dengan Sandri sedangkan Sani lebih dekat dengan Kakak sulungnya, Kinara.
“ setelah itu, hidupku nggak pernah sama seperti sebelumnya.” Tutur Kayla.Kinara memahaminya. Dia selalu merenungkan bagaimana hidup Kayla dan Sandri yang sedari kecil berada dalam naungan orang tua, lantas mendadak hidup lepas. Entah dia tinggal dimana.
“ Hidup tanpa perlindungan, itu benar-benar bukan sesuatu yang menyenangkan buat anak ketika itu. Apalagi aku nggak tahu arah tujuan.” Lanjut Kayla. Dia bercerita, dirinya awalnya hanya nekat pergi ke kota mana saja, yang penting masih di Bali. Berbekal uang tabungannya dia pergi ke Jakarta, dan langsung masuk ke sebuah panti asuhan. Dia mohon diizinkan untuk tinggal disana, dan bekerja apa saja demi makan dan tempat berlindung bagi dirinya dan Sandri. Tapi, ternyata tak semudah itu.
“ Aku sadar, aku bisa dicurigai. Jangan-jangan aku penculik bayi, hahaha”
Kayla tertawa, dan Kinara sadar bahwa sekarang itu pengalaman yang lucu buat adiknya. Padahal, ketika itu terjadi, tentu saja itu bukan sesuatu yang layak disepelekan. Apalagi ditertawakan.
“Aku dan Sandri lantas diusir dengan halus, dan akhirnya mencari kerja di panti jompo. Kalau di sana, mana ada orang yang bisa aku culik? Tentu tidak. Jadi, aku bekerja melayani para orang tua di sana, sembari aku bisa mendapatkan tempat berlindung."
Sekitar dua tahun Kayla dan Sandri berada di sana. Para pengurus panti memahami, menerima, dan mau melindungi mereka. Mereka kadang menasihatinya untuk pulang. Namun Kayla tak pernah berani melakukannya.Mereka juga sadar, nasihat mereka bisa jadi menjerumuskan Kayla, jika dia akhirnya benar-benar dipaksa menikahi pria yang tak disukainya.
“Lantas bagaimana kamu bisa sampai disini?" tanya Kinara.
Kayla melanjutkan ceritanya. Dirinya akhirnya dikenal sebagai pegawai panti yang sangat telaten dan sayang pada semua warganya. Karena itu, beberapa ibu tua di sana jadi memperhatikannya. Sebagian berusaha menolongnya menjadi lebih baik. Salah satunya sudah Kayla anggap sebagai ibu sendiri. Beruntung, si ibu bisa menjadi pendengar yang baik untuk Kayla. Dia pun mengenalkannya ke kerabatnya, agar Kayla dan sandri mendapatkan nasib yang lebih baik diluar panti jompo itu.
"Akhirnya, aku bekerja di luar negeri. Awalnya, Cina."Kayla menarik napas panjang saat m enceritakannya. Prosesnya tak mudah ia mesti memalsukan beberapa dokumen identitas dirinya. Sungguh menyedihkan baginya, tetapi itu terpaksa dilakukannya demi melindungi diri dan adiknya. Lagipula, tanpa melakukannya, tak mungkin dia yang kabur dari rumah bisa resmi bekerja dinegara orang.
"Di Cina aku bekerja sekitar satu tahun. Aku menjadi tukang masak. Lantas, aku bertemu seorang pria Indonesia belasteran Jepang di kedutaan yang mengajak aku bekerja di negara Jepang."
Kayla akhirnya pindah ke Jepang sementara Sandri hanya bisa mengikuti kakanya, bekerja di kedutaan Indonesia sebagai juru masak. Gajinya cukup besar ketika itu, karenanya, dia bisa sesekali mengirimkannya ke Indonesia. Namun tentu saja tak mudah. Pasalnya, dia harus mengamankan posisinya berada.
"Aku mencari orang yang bersedia mengirimnya di lokasi-lokasi berbeda. Kalau bisa, dari berbagai negara. Dan orang itu bersedia melakukannya dengan ikhlas, karena memahami kesulitanku.”
Maka, dia akhirnya menemukan orang itu. Dia Gibran Yoshizawa pria belasteran Jepang yang kini menjadi pacarnya.
"Aku selalu menanti saat dia pergi ke luar negeri. Karena dia CEO diperusahaan besar, dia biasa bepergian. Setiap pergi itulah, aku titip uang untuk keluarga.” katanya.
Kinara tersenyum. Dia ingat, bantuan adiknya untuk keluarganya tak main-main. Kali pertama itu terjadi sekitar dua tahun setelah kepergiannya. Kiriman itu berasal dari AS, dari seorang pengirim yang tak dikenal. Ketika itu keluarga mereka heboh. Semua sujud syukur karena Kayla dan Sandri masih hidup dan selamat. Bahkan masih ingat pada keluarga dan bisa mengirim uang. Sebenarnya mereka sudah tidak lagi menuntut Kayla untuk pulang dan menikahi tetangga kaya itu. Tapi, komunikasi memang tak mudah. Kayla menderita trauma atas pemaksaan kehendak orang tua. Wajar jika dia melarikan diri mencari kebebasannya. Padahal, di Indonesia, kedua orang tuanya sangat menyesali perbuatan mereka. Bukankah solusi suatu permasalahan itu akan selalu ada, tanpa kekerasan. Apalagi kekerasan terhadap anak.“Utang ibu dan ayah kita sudah lunas sebelum kiriman uang darimu datang," Kinara menjawab pertanyaan yang belum sempat dilontarkan adiknya.
“Ayah menjual dua bidang sawah kita, lantas uangnya dibayarkan untuk melunasi utang. Yah, memang masih kurang. Lantas, kita mencicilnya dengan rutin. Lama-kelamaan lunas juga!"
Kayla bernapas lega.
“Uang darimu lantas kami belikan tanah kembali, di dekat desa kita," ujar kakaknya.
Kayla tersenyum mengingat dirinya yang berusaha mengirimkan uang itu dari berbagai negara. Kadang AS, Kanada, China, korea, thailand, hingga Jepang.
“Kami pikir hebat banget kamu sudah keliling dunia. Jadi kamu hanya di Jepang, ya?" tanya kakaknya. Kayla mengangguk.
Dia jatuh cinta pada pria penolongnya itu. Mereka pun pacaran dan akan segera melangsungkan pernikahan. Kayla berubah nama, menjadi Ardilla Azahra. Nama itu adalah pemberian dari pacarnya, sekaligus merupakan identitas barunya. Zaman lantas berubah. Beranjak remaja, adiknya mulai merasa ada yang salah pada keluarganya. Terutama adik bungsunya Sandri."Dialah yang berusaha mendorong aku untuk berani pulang ke Indonesia. Padahal, aku masih merasa kejadian itu berlangsung kemarin. Masih segar dalam ingatan. Aku tetap menyimpan rasa takut, rasa tak aman, seperti buronan..."
Kayla mengusap air di ujung matarnya. Kinara paham. Sebelumnya, bertahun-tahun dia mempelajari psikologi. Bidang trauma adalah yang paling gencar dipelajarinya, bahkan membuatnya menjadi salah satu pengurus disebuah yayasan perlindungan wanita. Adiknya ini menderita trauma psikologis yang berat. Tak ada yang bisa menyembuhkannya selain rangkulan dari orang-orang terdekat, dan usaha untuk meyakinkannya bahwa hal yang ditakutkannya itu bisa ditaklukkan. Untunglah, Sandri banyak andil dalam proses itu. Dia banyak menyadarkan Kinara, bahwa dia pasti bisa menghadapi ketakutannya. Sandri lah yang kemudian berusaha mencari akar keluarganya di Indonesia., si bungsu perlahan mengeri permasalahan dan mulai mencari penyelesian.
Ah. Adik kecilku sudah besar ternyata, fikir Kinara.
"Sayangnya tak mudah. Karena ada bencana gempa yang melanda Bali, yang bikin kalian pindah kan?" tanya Kayla.
Kinara mengangguk.
Keluarga mereka memang sempat pindah rumah. Tanah mereka jual, dan pindah ke kota lain. Itulah salah satu alasan yang membua keberadaan mereka jadi sulit dilacak Malia. Kiriman uang dari Malia suatu saat kembali lagi padanya. Di saat itu, ditambah adanya berita gempa Bali, membuatnya was-was.
"Aku hampir pulang ke Indonesia, tapi saat itu Sandri sedang sakit parah. Setelah itu aku sibuk dengan merawat sandri agar dia cepat pulihlagi. Jadi, hanya doa yang bisa aku panjatkan untuk ibu, ayah dan kakak..."
Kayla tercenung. Selama ini, kadang-kadang ayah dan ibunya curiga dengan niat baik Kayla. Mereka memang merasa bersalah telah membuat putri mereka tersudut hingga harus melarikan diri. Tapi mereka juga berpikiran buruk kalau Kayla telah sukses dan lupa.
"Aku tidak pernah melupakan kalian," kata Kayla.
"Ya kami tahu!"
"Kalian ada di hatiku selamanya!"
"lya, paham!"
"Kalian sangat aku cintai hingga kapanpun!”
"Iya, kami yakin itu!"
Hening sejenak.
Kayla melihat gelas teh kakaknya telah kosong, dia lantas kembali ke dapur, dan membawakan satu teko kecil teh hangat.
"Beruntung, berkat dua adik jagoan kita, kita akhirnya bisa bertemu. Berkat bantuan media sosial dan surat kabar juga. Tapi, apakah kalian selama ini terus mencari aku dan Sandri?" tanya Kayla.
Kinara membenarkan letak duduknya. Dia lantas bercerita kalau keluarga telah mencari Kayla ke kota-kota terdekat, lapor polisi, hingga menyebarkan informasi orang hilang ke mana saja.
Hingga singkat kata, segala daya upaya dan peluang mereka coba.
"Dalam hati, aku yakin ayah dan ibu merasa kalian berdua baik-baik saja. Itulah harapan terbesar mereka, bahwa kamu dan Sandri selalu dalam keadaan sehat dan aman," kata Kinara.
"Iya Kak!"
"Percayalah, sekarang situasinya telah kita berubah. Ayah, ibu, kami sekeluarga besar, semua dia merindukan kamu!"
"Aku juga rindu mereka.."
"Semua. Ingin bertemu dan memeluk kamu. Bukannya memarahi kamu."
“Oh ya Mbak..aku salah..."
"Nggak!"
"Semua memang ada hikmahnya!"
"Iya Kak!"
"Semua maklum atas kepergian kamu dan ingin kamu saling bermaafakan dengan ayah ibu, dan semuanya!"
"Aku mohon maaf Kak..."
"Sudahlah. Jadi, semua baik-baik saja dan sudah tidak ada masalah lagi!"
Kinara mengutarakannya panjang lebar, berusaha meyakinkan adiknya. Dia ceritakan, pria yang dulu mau dijodohkan kepadanya juga pasti sudah melupakan masa lalu. Pria anak orang kaya itu telah menikah dan hidup bahagia dengan pilihannya sendiri. Mariam lantas menghela napas sebelum mengucapkan sesuatu yang sangat penting. "Sekarang, Kayla, aku ingin bertanya kepadamu..."
Dilihatnya wanita di deparnnya mendadak gugup dan salah tingkah. Malia pasti bisa menebak apa yang akan dia tanyakan. "Iya?"
"Hmm..."
"Ya, apa?"
"Hmm..."
"Kenapa Kak?"
"Maaf..."
"Maaf kenapa?"
"Kalau tanya ini mengganggumu!"
"Oh!"
"Semoga kamu bisa menerimanya.."
"Iya Kak..."
"Hmm....maukah kamu pulang sebentar. Sekadar untuk menengok ayah, ibu, dan saudara-
saudara lainnya? Tangan kamu terbuka lebar untukmu!"
Kayla tertunduk. Dia bergulat melawan ketakutannya sendiri. Tapi, sekarang zaman telah berubah. Dirinya pun sudah memiliki calon suami yang melindunginya, serta Sandri si jagoan yang pasti akan membelanya. Lagipula, memang sudah begini jalan hidupnya. Rasanya bukan dia sang penentu jalan, sang penentu arah.
Ada tangan-tangan Tuhan yang menyebabkan dia tiba di titik ini.
"Bagaimana?"
“Ya!"
"Iya bagaimana?"
"Iya Kak..."
"Mau pulang?
"Boleh kak!"
"Makasih..."
"Baiklah. Aku akan pulang."
Seminggu kemudian, setelah Kinara dan Sani cukup puas berjalan-jalan di Jepang akhirnya keputusan Kayla untuk pulang terjadi. Perjalanan Jepang ke Indonesia itu akhirnya terlampaui. Kayla datang bersama Sandri pastinya.
Suaminya sedang bertugas ke luar negeri seperti biasa, sehingga tidak dapat menemaninva Dia berjanji akan datang beberapa bulan lagi ke Indonesia.
Mereka turun di Jakarta, lantas memesan tiket lagi menuju Bali. Di bandara, dalam benak mereka pasti giliran Sani dan Kinara yang menunggui mereka.
Tetapi ternyata tidak. Tepatnya, belasan orang kerabat menunggui mereka. Termasuk Sani dan Kinara.
Tak heran, mereka membawa dua buah mobil. Kayla berulang kali meneteskan air mata karena merasa seperti anak hilang yang telah begitu lama dinantikan kedatangannya.
Ini baru di bandara.
Bagaimana nanti di rumah?
Ayah darn ibu ternyata pindah beberapa kilometer dari rumah lama mereka. Rumah itu lebih kokoh dan kuat. Sebuah bangunan yang lumayan baru. Kayla ingin rombongan mereka melewati rumah lama, namun Mariam menjanjikan untuk melakukannya besok.
"Masih banyak waktu. Sekarang kita segera menuju rumah ya?!" katanya.
Mereka akhirnya tiba disebuah perumahan, dan berhenti di sebuah rumah tipe 45 yang asri. Bagian halamannya pernuh bunga dan rimbun dedaunan.
lbu. lbu masih saja suka bertanam, pikir Kayla.
Lantas, pandangannya terantuk pada sapu ijuk dan sapu lidi di depan rumah.
Ah, ayah. Ayah masih saja suka menjaga kebersihan, pikirnya.
Mereka masuk ke teras, dan membiarkan Kayla serta Kinara masuk terlebih dulu. Di ruang tamu, duduk berdampingan, dua manusia yang begitu Malia rindukan. Mereka telah mandi dan berpakaian begitu rapi seperti acara formal saja. Mereka menanti seorang yang sangat mereka rindukan, dan orang itu kini ada dihadapan mereka. Pandang Kayla, ibunda dan ayahandanya bertemu. Setelah itu, tak ada kata. Kayla berjalan pelan dan tersungkur di pangkuan ibunya, mencium lekat aroma kain panjang dan bau sabun ibunya yang sudah lama dia rindukan. Rengkuhan dan belaian tangan ibu dan ayahnya langsung menyerbunya.
"Kamu pulang juga akhirnya, Nak..."
"Maafkan aku Ayah.."
"Kami ya yang salah...." Ayah Kayla berkata lirih.
"Maafkan kami ya Nak..." Ibu Kayla menangis dan lembut bertutur.
"Kami sudah lama mencarimu. Kami tidak lelah, terus mencarimu..."
Di siang itu, tetes-tetes air mata haru pertemuan mengalir di rumah nan asri penuh cinta dan kasih sayang. Akhirnya keluarga yang sedari lama berpisah disatukan kembali oleh tuhan yang selalu medengar doa doa makhluknya yang baik.
Komentar (0)