Sekolah Hebat Berprestasi
SYAFA SYALSABILA
Oleh
Baiq Reta Damayanti
Siswi SMA Negeri 1 Terara
Di malam yang dingin duduklah seorang gadis, sedang menatap kearah luar jendela melihat hujan yang berjatuhan membasahi bumi. Gadis itu bernama Syafa Salsabila, biasa di panggil Syafa. Syafa berumur 16 tahun dan kini ia duduk di bangku kelas 2 SMA, di salah satu SMA NEGERI terfaforit di daerahnya. Syafa tinggal bersama kedua orang tuanya serta kedua adiknya. Mereka tinggal di rumah yang sederhana di desa. Ayahnya bekerja sebagai pedagang di pasar dan ibunya terkadang membantu pekerjaan ayahnya. Syafa mempunyai mimpi yang besar, untuk memajukan desanya. Di desanya gadis gadis yang seumuran dengan nya lebih memilih bekerja daripada sekolah, bahkan tidak sedikit teman seusianya malah menikah.
Syafa menulis sesuatu di buku yang ada di tangannya, sepertinya dia sedang mengerjakan tugas dari sekolahnya. Syafa terus menulis hingga lupa waktu. Sudah larut malam waktunya syafa untuk tidur.
Ke esokan harinya, di pagi yang cerah syafa sangat bersemangat untuk pergi ke sekolah, dia bangun lebih awal dari hari biasanya. Hari ini syafa berencana untuk meminjam buku di perpustakaan sekolahnya untuk iya pinjamkan kepada teman teman nya di kebun.
Di sekolah syafa selalu belajar dengan rajin dan tekun, syafa hanya berniat menuntut ilmu dengan sungguh sungguh, supaya perjuangan orang tuanya tidak sia-sia selama ini.
Sepulang sekolah, syafa langsung menuju perpustakaan untuk meminjam buku. Setelah semuanya selesai, syafa langsung pergi ke area perkebunan teh, karna pada jam seperti ini teman temannya sedang berada di kebun teh untuk membantu kedua orang tuanya untuk mencari uang. Syafa berlari di antara daun daun teh yang lebat.
“TEMENN TEMENN,,, SINI. AKU BAWA BUKU BUAT KALIANN, BUKUNYA BAGUS BAGUSS, ADA CERITA DONGENG JUGA” syafa berteriak dengan penuh semangatt.
Semua teman temannya menghampiri syafa.
“wahh syafa kamu dapet dari mana buku sebanyak dan sebagus ini, pasti beli nya mahal ya?”
Tanya salah seorang teman Syafa.
“nggk kok, tadi aku minjem di perpustakaan sekolah” kata syafa memberitahu temannya.
“ohh di perpustakaan itu banyak buka ya syafa?”
“iya di perpustakaan itu banyakkk banget buku yang bisa di baca, buku nya bagus bagus semua” ucap syafa menjelaskan.
Syafa merasa sangat senang karna melihat teman temannya begitu antusias dengan buku yang ia bawakan. Bahagia itu sederhana, melihat orang lain bahagia dengan hal kecil saja sudah membuat kita bahagia, namun terkadang orang-orang hanya memperumit definisi dari bahagia. Harus mempunyai segala galanya bukan lah arti dari bahagia sesungguhnya.
Tak lama kemudian terdengar suara, yang membuat mereka semua sangat terkejut.
“HEYYY, KENAPA KALIAN DI SINI AYOO KERJAA!!!” bentak salah satu orang tua dari teman Syafa.
Semua teman teman nya bubar, dan kembali bekerja seperti biasa. Buku buku yang Syafa bawa tergeletak begitu saja di tanah. Syafa memungut satu persatu buku yang sangat berharga itu.
“Hey syafa kamu jangan pengaruhin anak- anak di sini buat belajar seperti kamu, kami semua di sini tidak butuh buku atau semacamnya, kami hanya butuh uang untuk bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan sehari-hari” ucap ibu itu dengan intonasi yang agak tinggi.
“bu Ratri, pendidikan itu penting, supaya kelak anak ibu tidak mudah di tipu dan ketinggalan zaman, pendidikan juga bisa membawa kita pada kemakmuran, jangan berfikiran sempit buk, kalau orang tidak berpendidikan mau jadi apa kelak. Apa ibu mau, anak ibu hanya bekerja di kebun teh seumur hidupnya” ucap syafa menjelaskan panjang lebar.
Bu Ratri terlihat kesal dengan jawaban syafa
“syafa syafa, pendidikan itu, tidak menjamin seseorang mendapatkan pekerjaan yang bagus dan menjadi kaya raya, lihat anaknya pak ahmad sudah dua tahun menjadi sarjana, tapi tak kunjung bekerja, hidupnya masih sama, apakah itu yang di maksud dengan sejahtera?” ucap bu Ratri.
“pendidikan tidak hanya untuk mendapatkan pekerjaan yang menjamin kehidupan, pendidikan berguna untuk membuka wawasan buk, supaya pikiran tidak sempit dan punya banyak solusi untuk permasalahan yang sedang di hadapi” kata syafa menimpali ucapan bu Ratri.
Syafa terus berusaha menjelaskan supaya bu Ratri mengerti bahwa pendidikan itu penting.
“kalau saya mau kaya dan hidup enak, saya cukup menikahkan anak saya dengan anak juragan, ngapain susah susah menghabiskan uang untuk sekolah yang tidak berguna”
Astagfirullah,, syafa hanya mengelus dadanya saja, apakah separah ini pemikiran orang desa tentang pendidikan. Syafa malas menjawab perkataan bu ratri, tenaganya sudah tidak ada lagi untuk berdebat dengan ibu-ibu gendut di hadapannya. Sudahlah tidak ada gunanya memjelaskan kepada orang yang berhati batu.
Syafa melangkahkan kakinya menuju rumahnya. Di depan rumahnya sudah berdiri ayahnya dengan ekspresi yang tidak bisa di definisikan. Perasaan Syafa tidak enak, sepertinya ayahnya tahu perihal iya berdebat dengan bu Ratri di kebun.
“Assalamualaikum, yahh Syafa pulang”
“Wa’alaikumussalam, kamu darimana. Kenapa jam segini baru pulang” tanya ayahnya to the point
“Syafa pergi ke kebun dulu sebentar yah, ketemu sama temen temen syafa” kata syafa sejujurnya
“Ayah tadi dapet kabar dari pak budi, katanya kamu debat sama bu Ratri di kebun”
Syafa hanya nyengir saja
“iya bener yah, tapi syafa gak salah kok. Syafa Cuma bawain buku buat temen temen syafa di kebun, ehh malah di marahin sama buk Ratri, buk Ratri juga bilang pendidikan itu gak penting. Kan syafa jadi emosi”ucap syafa menjelaskan kepada ayahnya.
“Hemm, tapi itu tidak sopan nak, kalau bicara dengan orang tua itu harus memperhatikan etika. Kalau kamu bicara dengan orang yang lebih tua dengan nada tinggi, itu tidak baik. Meskipun kamu punya niat yang baik. Kamu harusnya sadar kalau kamu hidup di desa, bukan di kota.”
Kata ayah Syafa menjelaskan.
“Justru itu, karna kita hidup di desa, dengan pemikiran orang di sini yang tidak maju, makanya syafa berani ambil langkah seperti itu” Syafa tidak terima atas apa yang di ucapkan ayahnya.
Angin berhembus dengan kencang menghasilkan suara ranting-ranting pohon dan seng atap warga yang bergesekan. Suasana mencekam, Syafa berdiri dengan kaki yang bergetar. Di tatap ayahnya dengan sorot mata yang tajam.
Syafa menunduk ketakutan, iya sudah tidak mampu bertatapan mata dengan ayahnya yang tegas.
Syafa merasakan tangan menyentuh kepalanya, ia mendongak, ternyata ayahnya lah yang mengusap kepalanya dengan lembut.
Ayahnya lalu berkata,
“Membuka pikiran orang yang pikirannya sempit itu susah nak, harus dengan bukti yang benar banar nyata sudah di depan mata. Prosesnya juga gak segampang yang kamu kira, baru sekali sosialisasi langsung berhasil. Kalau kamu punya keinginan yang mulia seperti itu, perlu proses yang panjang. Cara nya pun harus dengan cara yang masyarakat terima. Tidak dengan berdebat dan beradu argumen saja.”
Syafa tersenyum lebar mendengar nasihat dari ayahnya, karna merasa di dukung oleh ayahnya.
“iya ayah, Syafa akan selalu inget pesan ayah”
“Dan satu lagi, kalau kamu mau memajukan pendidikan di desa ini, kamu harus bertindak secara sedikit demi sedikit, di mulai dari hal-hal yang sedehana, jangan langsung bertindak ke inti permasalahannya. Karna tidak semua masyarakat bisa menerima perubahan yang ada”
Syafa hanya mengangguk kan kepalanya pertanda mengerti.
“Ayo masuk sana, ganti baju terus makan siang. Masalahnya nanti saja di pikirkan lagi” kata ayah Syafa.
“hehe iya ayah” kata syafa sambil cengengasan.
Hari ini syafa merasa sangat optimis, untuk menyadarkan warga desa nya bahwa pendidikan itu penting. Syafa bertekat, mulai besok iya akan mulai dari hal yang sederhana. Iya akan mencari orang yang sepemikiran denganya terlebih dahulu, karna semakin banyak orang yang sepemikiran dengannya, maka semakin mudah syafa mencapai tujuannya.
Sudah beberapa hari dari kejadian di kebun itu, Syafa mendengar kabar buruk. Benar saja mira anaknya bu Ratri, menikah dengan pemuda di Desa sebelah. Padahal Mira 1 tahun lebih muda dari Syafa, Syafa hanya menghela nafas pelan, sangat sulit rasanya untuk membuat desanya berkembang mengikuti zaman.
Namun hal itu tak membuat Syafa menyerah malah Syafa semakin semangat dan giat belajar supaya menjadi sarjana dan dapat memajukan desanya.
Komentar (0)