Detail Opini Siswa

Opini / Siswa / Detail Opini Siswa

SEORANG TEMAN

Admin Sabtu, 26 Februari 2022 19:43 WIB 0 Komentar

SEORANG TEMAN

            Oleh

Ummu Al Mukminina Asro

Siswi SMA Negeri 1 Terara

 

       Cahaya kemerah-merahan di langit sebelah timur samar samar mulai terlihat menjelang matahari terbit. Terdengar suara ayam berkokok seolah berusaha membangunkan. Menyambut pagi yang dingin. Suara alarm dari jam weker berbentuk penguin berwarna biru cerah berdering.

       Sebuah tangan dari tubuh yang masih belum sepenuhnya sadar meraba jam weker dan mematikan nya. Meraba dinding menyalakan saklar lampu di tembok dekat ranjangnya. Ia menarik selimut biru dongker yang menyelimuti tubuhnya. Bangun dan duduk di atas kasur empuknya mengucek matanya yang masih silau akan cahaya.

       Pukul 04:30 ia terbiasa bangun, bergegas ke kamar mandi, menghanyutkan kantuk nya. Selesai sholat subuh ia berdandan merapikan penampilannya.

       Ada yang berbeda hari ini. Ia tidak menggunakan seragam putih biru nya lagi, melainkan sebuah kebaya berwarna kuning agak kecokelatan.

       Selesai sarapan ia diantar kedua orang tua nya ke sekolah, orang tua nya juga terlihat sangat rapi hari ini. Sang ayah menggunakan setelan jas berwarna hitam dan sang ibu menggunakan kebaya yang warna nya senada dengan dirinya.

       Di dalam aula sekolah "Hari Pelepasan Siswa Kelas IX SMPN 8 Jakarta" tertulis di spanduk di  atas panggung acara. Dea, hari ini ia akan wisuda pelepasan dirinya sebagai seorang siswa SMP dan akan beranjak ke tingkat SMA.

       Dea gadis cantik dengan tinggi tubuh yang semampai, raut wajahnya tegas. Ia eorang anak yang tumbuh di dalam keluarga berkecukupan, bahkan bisa dibilang kaya. Namun sayangnya dea bukanlah anak yang pandai bersyukur, sering kali ia merasa iri ketika melihat temannya yang terlihat lebih di matanya.

       Dea memutuskan masuk ke salah satu SMA di Jakarta, tempat ia bertemu Seorang Teman yang telah memberikan nya sebuah pelajaran hidup berharga.

       Hari sabtu selesai MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah). Terlihat di taman sekolah SMA, seorang gadis cantik yang terlihat sangat periang sedang berbincang dengan beberapa sahabatnya nya sambil tertawa lepas membahas sesuatu. Dea memperhatikan nya dengan sangat seksama, entah apa yang di pikirkan melihat tatapan nya yang begitu dalam.

       Ririe namanya yang akan menjadi teman sekelas Dea. Ririe gadis cantik dengan kepribadian yang penuh kasih sayang, dan kepedulian. Yang terlihat selalu ceria seperti tidak pernah nampak di raut wajahnya kesedihan. Dia punya banyak teman yang tampak sangat menyayangi nya.

       Sedangkan Dea, Dea bukanlah anak yang pandai dalam pergaulan. Selama dua tahun SMA nya dia tidak pernah benar benar memiliki seorang teman apalagi sahabat. Yang untuk sewaktu waktu dapat ia ajak mengobrol, atau pergi ke kantin sembari merangkul pundak nya, bercanda sepanjang waktu.

       Selama ia sekolah dia tidak pernah benar benar bertegur sapa bahkan bermain dengan Ririe. Setiap kali Ririe menyapa nya, Dea hanya akan tersenyum tipis menutupi perasaan tidak suka nya pada Ririe. Bukan salah Ririe jika Dea bahkan sampai membenci nya. Akan tetapi memang perasaan iri dan dengki Dea yang membuatnya merasa tidak senang bahkan sampai membenci teman sekelas nya itu.

       "Irih sekali rasanya melihatnya begitu ceria, apalagi dia sangat pandai mencari dan mendapatkan banyak teman. Sedangkan aku?, padahal jelas aku lebih baik darinya aku juga lebih kaya darinya,  seharusnya  mereka berteman dengan ku, mereka pasti tidak akan merasa kekurangan apapun jika bersama ku" pikir Dea menyombongkan diri, bermaksud pada teman teman Ririe setiap kali melihat nya bergaul dengan teman temanya.

Kebencian Dea mulai memuncak pada Ririe di tahun terakhir sekolah nya. Awal kenaikan kelas 12, ada seorang siswa baru yang pindah ke sekolah nya yang kebetulan ditempatkan di kelasnya.

       Tak lama Dea jatuh cinta, ia menyukai siswa pindahan tersebut.  Andre, ia pun berusaha sekeras mungkin untuk mendapatkan perhatiannya.

       Di suatu hari di siang itu Dea berencana memberikan sebuah coklat kepada Andre. Andre menerima coklat pemberian Dea tersebut. Akan tetapi alih alih ia yang memakan nya, terlihat di kelas Andre justru memberikan coklat pemberian Dea tersebut kepada Ririe.

       Sontak kejadian tersebut membuat Dea marah dan semakin ingin melampiaskan segala perasaan nya. Iri, dengki, dan kebencian yang selama ini ia rasakan. Benar adanya memang selama ini, alih alih melirik Dea atas segala perhatian yang di berikannya, Andre justru terlihat semakin dekat dengan Ririe.

       Pukul 15:00 sekolah sudah sepi, terlihat cuaca sangat mendung dan gelap, petir juga mulai bergemuruh. Benar saja ketika sampai depan gerbang sekolah hujan turun dengan derasnya. Dea berlari ke tempat yang sering menjadi tempat pemberhentian angkot disana. Yang berjarak beberapa meter didekat sekolah untuk berteduh.

       Tumben tumbennya hari itu orang tua nya belum menjemput nya jam segitu selesai ia les privat matematika di sekolah. Dari kejauhan nampak seorang cewek berjilbab coklat berpakaian SMA yang biasa ia lihat. Sedang duduk berteduh sendiri.

       Ririe sendiri disana menunggu angkot yang akan ia tumpangi untuk pulang karena jarak rumahnya yang lumayan jauh dari sekolah. Ya Ririe setiap hari sabtu selalu telat pulang sekolah karena ia ada pembinaan KIR.

       Entah karena kebetulan hari ini mereka sama sama pulang telat.

       "Eeh Dea kamu masih di sekolah ternyata, tumben jam segini kamu belum dijemput, biasanya orang tua kamu selalu jemput tepat waktu deh", tetapi tanpa mengidahkan sapaan Ririe, Dea justru terpikirkan, ia berniat untuk menegur Ririe atas kejadian tadi siang.

       "Ririe kenapa tadi siang lo ngambil coklat yg gue kasih ke andre" tanya Dea spontan

       "maksud kamu" jawab Ririe, kebingungan atas pertanyaan Dea yang tiba tiba dengan    nada suara yang marah.

       "Udah deh enggak usah sok sok enggak ngerti deh lo" tegas Dea.

       "Sumpah De aku bener bener nggak ngerti sama apa yang kamu omongin" Ririe berpikir sebentar, teringat coklat yang diberikan andre padanya.

       "Ohh coklat yang tadi siang, itu dari kamu?, maaf aku pikir itu Andre yang beli sendiri, dan kasih ke aku" jawab Ririe berusaha membela diri.

       "Enggak usah sok nggak tau deh, lo sendiri udah tau kan kalo coklat itu pemberian gue ke Andre, lo emang sengaja kan nerima nya, meskipun lo udah tau. Dan selama ini kenapa sih lo berpura pura begitu lugu, terlihat polos dan sok kelihatan enggak ada perasaan sama Andre, aslinya lo suka kan sama Andre, lo diem-diem ngedeketin dia" 

       "Eggak kok sumpah aku nggak ada perasaan apa apa sama Andre"

       "Enggak usah bohong deh, lo tau kan kalo selama ini gw suka sama Andre, bahkan sejak awal pertama dia pindah ke sekolah  ini, kenapa lo tega diem-diem mau ngerebut Andre dari gue?"

       Belum sempat menjawab pertanyaan Dea tiba tiba penyakit asma Ririe kambuh. Napas nya tersengal-sengal. Dia mulai kesulitan bernapas.

       "lo enggak usah pura pura sakit deh" bentak Dea.

       Tetapi jelas nampak Ririe benar benar tidak berpura-pura atas apa yang ia alami saat itu. Seketika Dea mulai panik, ia bingung atas apa yang harus ia lakukan.

       Sebenci-bencinya Dea terhadap Ririe dia masih manusia yang memiliki perasaan iba.

       Dea frustrasi, ditempat itu hanya ada mereka berdua dengan hujan yang semakin lebat. Agaknya membuat banyak angkutan umum tidak menarik penumpang hari itu. Dea berusaha keras mencari pertolongan. Menelepon orang tua nya berkali kali agar segera datang menjemput nya.

       Ia merogoh tas Ririe siapa tau dia membawa Nebulizer nya *alat bantu pernapasan untuk orang sesak. Kemana pun ia pergi Ririe selalu membawa nebulizer nya. Takutnya sewaktu-waktu asma nya kambuh. Namun rupanya hari itu Ririe tidak membawa nya karena sudah habis isinya dan ia lupa membeli yang baru.

       Beruntungnya tak berapa lama kemudian ibu nya Dea sampai di sana. Segera mereka  merangkul Ririe masuk ke dalam mobil dan pergi melarikan Ririe ke rumah sakit terdekat. Sesampainya di rumah sakit, Ririe langsung di pasangkan alat bantu pernapasan, dan dibawa ke sebuah ruangan untuk dilakukan pertolongan selanjutnya.

       Dea dan ibunya pulang setelah ibu Ririe sampai di rumah sakit. Malamnya mengingat kondisi Ririe yang ternyata menderita sebuah penyakit yang bisa dibilang sulit untuk disembuhkan. Dea mulai kepikiran atas apa yang di ucapkan kepada Ririe tadi siang, dia menyesal atas perbuatan nya tersebut.

       Di hari senin Ririe tidak masuk sekolah, hal itu membuat Dea semakin kepikiran dia membulatkan niat nya untuk pergi menjenguk Ririe yang mungkin masih di rumah sakit. Sepulang sekolah Dea langsung berangkat ke rumah sakit,.

Di rumah sakit Dea mengintip lewat kaca berukuran kecil sedang di pintu ruangan tempat Ririe di rawat kemarin, untuk memastikan apakah Ririe masih disana.

       Iya Ririe ternyata masih di rawat di ruangan tersebut, disana Dea juga melihat ada ibunya Ririe duduk di samping ranjang tempat Ririe berbaring. Terlihat mereka seperti nya sedang berbincang. Dengan ragu Dea membuka pintu ruangan tersebut sembari mengucapkan salam.

       "Assalamualaikum, selamat siang tante maaf mengganggu obrolan nya" Dea menyalami tangan ibunya Ririe

       "Oh enggak apa-apa, kamu temanya Ririe yang kemarin bawa ririe ke sini kan?"  sambut ibunya ririe dengan ramah dan memastikan apakah benar Dea yang membawa Ririe ke rumah sakit kemarin

       "eh i-iya tante" jawab Dea

       "wah tante berterima kasih sekali sama kamu, coba kalo enggak ada kamu disana, beuh tante takut banget, Ririe anak satu satunya tante, tante enggak mau Ririe ninggalin tante secepat itu sama kayak bapak nya" jelas ibunya Ririe,

       Dea hanya mengangguk tidak paham membalas omongan ibunya Ririe.

       "Kamu juga Rie bisa-bisanya kamu lupa membeli nebulizer yang baru, kan bahaya sewaktu waktu asma mu kambuh" omel ibunya pada Ririe "

       “Ya maaf buk, namanya juga kelupaan”

       “Makanya lain kali tuh inget-inget”

       “Iyaa buk” balas Ririe

       “Yaudah, tante keluar sebentar yaa, cariin kalian berdua makan siang”

       “Eh tante enggak usah repot-repot”

       “Tante enggak repot kok, kamu?”

       “Dea tante”

       “Iya Dea, kamu kayaknya sepulang sekolah langsung kesini deh, pasti belum sempet makan, kamu pasti laper kan?!”

       “eee” Dea bingung mau menjawab apa, kalo jujur rasanya dia agak sungkan, tapi sebenarnya dia memang lapar.

       “Yaudah tante pergi dulu ya, Ririe ada yang mau kamu titip?”

       “Enggak ada buk” Ririe menggelengkan kepala.

       Sekarang hanya tinggal mereka berdua di ruangan itu. Ririe mempersilahkan Dea untuk duduk.

       “Duduk De” pinta Ririe pada Dea, menunjuk kursi di dekat ranjang nya.

       “Eh iyaa”, Dea duduk setelah ia menaruh bingkisan buah yang ia beli di perjalanan tadi di atas meja yang disediakan rumah sakit di ruangan tersebut.

       Dengan canggung Dea menanyakan kabar Ririe.

       “G-gimana kamu udah baikan?”

       “Alhamdulillah udah, aku cuman butuh lebih banyak istirahat aja karena aku juga kecapean, yang bikin kesehatan aku drop. Tinggal pemulihan doang sih” jelas Dea.

       “oohh” Dea mengangguk paham. 

       “Oh ya tadi gimana di sekolah, pak Basri ada kasih tugas enggak, kimia?”

       “E-enggak ada, hari ini belajar nya santai aja enggak ada tugas yang di kasih”

       “Oh ya dah”

       Suasana hening, Dea terdiam, di dalam hatinya berusaha menurunkan ego nya untuk meminta maaf kepada Ririe atas kejadian sabtu kemarin.

       “Rie sebenarnya ada yang mau aku omongin”

       “Iya ngomong aja, emang ada apa?”

       “Ini soal kejadian kemarin sabtu, aku minta maaf ya atas ucapan aku kemarin, aku benar-benar menyesal, enggak seharusnya aku menuduh mu seperti itu”

       “Iyaa enggak apa-apa, aku juga minta maaf, seharusnya aku cari tahu dulu, coklat yang dikasih Andre beneran dia yang beli atau enggak”

       “Enggak, kamu enggak salah apa-apa kok, kamu kan enggak tahu. Sekali lagi aku minta maaf yaa”

       “Iya-ya aku maafin kok”

       “umm makasih Rie”

       “sama-sama” Ririe tersenyum membalas terima kasih Dea.

       Tak berapa lama kemudian ibu nya Ririe sudah kembali, membawa tiga nasi bungkus dan minuman untuknya dan untuk Ririe dan Dea.

Di sekolah hari rabu.

       “Dea” Teriak seseorang memanggil nama nya dari arah belakang. Sontak Dea lansung berbalik badan menengok siapa yang memanggilnya. Dari kejauhan terlihat Ririe yang baru sampai di sekolah melambaikan tangan ke padanya.

       Ririe datang menghampiri Dea yang berdiri menunggunya.

       “Ririe kamu udah sehat?”

       “Iya Alhamdulillah, yuk barengan ke kelas”

       “E-eh iya”

       “Kamu kok canggung gitu?” Tanya Ririe melihat Dea yang sedikit menundukkan kepalanya.

       “Uh iya, aku masih malu atas sikap ku kemarin”

       “Ya Allah De udah lupain aja, lagian kamu juga udah minta maaf kan, dan kita juga sudah sama-sama saling memaafkan bukan?”

       “uhh iya sih”

       “Yaudah ayo kita lupakan soal kesalahpahaman kemarin, dan mari menjadi teman baik”

       “Huh? Kamu mau temenan sama aku, atas semua yang sudah terjadi?”

       “iya-iyalah kenapa enggak”

       “Makasih yaa” Dea tersenyum mendengar ucapan Ririe.

       “Yaudah yuk bel udah bunyi, nanti kita telat lagi masuk ke kelas, kamu ingat kan hari ini ada jam pak Basri di awal, bisa-bisa kita dimemarahi habis-habisan” Ajak Ririe

       Mereka berjalan berdua ke kelas.

       Sejak saat itu hubungan mereka semakin akrab, Dea mendapatkan banyak teman, bergaul dengan Ririe.

       Hari ini tanggal 15 Juni,  hari wisuda sekaligus hari perpisahan anak kelas 12 dari sekolah.

       Di taman sekolah Dea dan Ririe sedang berbincang-bincang santai sembari menunggu teman-temannya yang lain yang belum datang.

       “Eh Rie ibu sama bapak kamu dateng kan hari ini, dulu pas kamu di rumah sakit aku enggak lihat ada bapak mu” tanya Dea, sepertinya ia lupa akan perkataan ibunya Ririe di rumah sakit.

       “Ibu ku dateng, tapi bapak ku, beliau kan sudah meninggal. Seingat ku dulu pas aku di rumah sakit ibu ku pernah meceritkannya pada mu”

       “ASTAGFIRULLAH maaf ya Rie aku nggak inget, aku lupa” Dea terlihat panik, ia takut akan membuat Ririe sedih.

       “Enggak apa kok”

       “Maaf ya Rie”

       “Iyaa, Jadi bapak aku tuh sebenarnya udah meninggal sejak tiga tahun yang lalu, pas awal-awal kita masuk SMA. Inget enggak dulu hari Sabtu itu kan hari terakhir kita MPLS nah pas kemarinya hari jum’at di sanalah hari terakhir bapak ku mengembuskan napas terakhir beliau. Sebenernya hari sabtu waktu itu, aku berencana nggak akan masuk, tapi karena itu hari terakhir, yaudah aku paksain buat masuk. Dan kamu tau enggak?, sebenernya aku sama Rita, Ratna, dan Sari tuh kami se SMP dulu tapi enggak terlalu deket, pas kejadian itu mereka berusaha lebih akrab ke aku, entah karena iba atau kasihan. Tapi sejauh ini aku seneng sih bisa deket sama mereka” Ririe menceritakan dengan rinci pada Dea.

       “ooh, umm kalo boleh tau bapak kamu meninggal karena apa? Sakit kah?”

       “Iya beliau meninggal karena sakit, penyakit yang sama dengan yang aku derita saat ini, entah mungkin karena beliau mewariskannya pada ku” jawab Ririe santai dengan senyum simpul di bibir nya, terselip kesedihan yang tak nampak.

       “Ririe, Dea, ayo acaranya udah mau mulai nih” teriak Ratna mengajak mereka bergegas ke aula sekolah tempat acara berlangsung. Rupanya ia, Rita, dan Sari sudah sampai di sekolah.

       “Ayo De” ajak Ririe pada Dea. Mereka berjalan ke aula sekolah. Dea menggenggam tangan Ririe. Mereka menoleh dan tersenyum satu sama lain.

 

Terkadang sesorang terlihat seperti tidak memiliki masalah hidup, terlihat baik-baik saja,

Bukan karena mereka memang tidak memiliki masalah atau tidak adan beban hidup yang di rasa

Hanya saja mereka memilih untuk menyembunyikan nya, tidak memperlihatkannya

Dan memilih menampilkan sisi bahagia mereka.

Senantiasalah bersyukur kepada Tuhan yang maha Esa

Atas apa yang kamu miliki

Ingat tidak semua orang seberuntung dirimu!…

Seorang Teman

⃰  ⃰  ⃰


Bagikan ke:

Apa Reaksi Anda?

0


Komentar (0)

Tambah Komentar

Agenda Terbaru
Prestasi Terbaru