Detail Opini Siswa

Opini / Siswa / Detail Opini Siswa

PERTEMUAN DENGAN MARCO POLO

Admin Sabtu, 26 Februari 2022 19:55 WIB 0 Komentar

PERTEMUAN DENGAN MARCO POLO

Oleh

Putri Rindayani

Siswi SMA Negeri 1 Terara

          Air laut pasang nan hitam terbawa angin darat dingin yang pelan namun pasti masuk ke ubun-ubun tulang, diteluk nan indah di selatan Lombok warga Ekas berkumpul ditepian pantai untuk mengantar para suami dan anaknya, mereka adalah pahlawan penyambung nyawa, dengan ditemani desir ombak lembut membawa perahu ke tengah semakin jauh dari pesisir pantai dan terlihat semakin kecil dari pantai,  mengantar dan mendorong kapal nelayan untuk menjemput rizki yang dijanjikan Tuhan.

            Ditengah kesunyian laut malam yang sepi antara perbatasan laut lepas Samudra Hindia dan laut Benua Australia tepatnya dibujur selatan Indonesia. Dua nelayan belangsat yang sudah 25 tahun menjadi nelayan namun tidak  pernah ada perubahan dalam kehidupannya, yang sudah mengenal dinginnya laut malam samudra saat berusia 10 tahun,  Aksa dan Bilal adalah sepasang sahabat yang telah ribuan kali melaut dan kehidupan laut telah menjadi jantung penggerak mereka. Pernah sekali Aksa terkena penyakit panas dingin karena seminggu tidak melaut, karena tubuh nelayannya telah beradapatasi akan lingkungan laut malam bukan lingkungan darat.

            Bulan yang bulat besar berada diatas kepala dua sahabat nelayan itu, putih dan terang, dan tingginya hampir sejengkal tangan dengan kepala menambah suasana dingin malam, jauh dari barat sana bintang Kejora Venus menyapa bersama dengan bintang-bintang lainya membentuk rasi-rasi bintang yang berbeda dari tiap sudut mata angin. Bilal menebar jala jaring ikan dengan harapan rombongan ikan dapat tersangkut. Namun tiga, empat, lima jam sudah berlalu, waktu terus berjalan menjadi musuh yang sangat menghanyutkan, tak kunjung jua ikan tersangkut dijaring ikan mereka walaupun telah puluhan kali diangkat.  

            Wajah murung mulai muncul di kedua wajah hitam nelayan belangsat itu, Aska dengan berat hati menengok ke wajah Bilal dan mereka bertatapan satu sama lain dengan mata kosong, mereka tidak mengucapkan sepatah katapun untuk meluapkan kekecewaan mereka malam itu. Cetus dari bibir mulut Aska yang besar dan hitam bekas rokok yang tiap hari dia hisap

“Lal, taukah kamu kenapa malam ini kita tidak mendapatkan seekor ikanpun.”

Bilal dengan letih dan lesu menjawab pertanyaan sahabatnya itu dengan pengetahuan mendalam tentang ilmu ke Maritiman dan Kelautan “Ikan-ikan saat ini sedang melakukan migrasi ke samudra Hindia karena takut akan bulan yang terlalu besar, sedangkan di Samudra Hindia saat ini bulannya kecil”. 

Aska terkejut dan terkagum-kagum dengan jawaban spontan dari sahabatnya yang diragukan kebenarannya, karena setahunya dia, Bilal tidak pernah mencium namanya bangku sekolah, membaca saja tidak bisa kemudian tiba-tiba bisa menjelaskan kata migrasi ikan. Namun Aska tidak mengiyakan pendapat dari Bilal, karena dia penganut hukum sebab-akibat kesialan.

“Lal, taukah kamu yang meyebabkan kita tidak dapat ikan adalah karena salah satu dari kita tidak cuci tangan selesai buang air besar”,

Sontak dari wajah lesu Bilal berubah menjadi tawa yang membelah kesunyian dan kesialan malam itu, mereka saling menuduh satu sama lain dan menuding siapa yang belum cuci tangan, mereka tertawa keras. Paling tidak jawaban seperti itu lebih masuk akal dan diterima bagi dua nelayan ini daripada teori migrasi (menurut petuah sasak “belum cuci tangan setelah buang air besar”, sebenarnya memiliki makna “sebelum melakukan sesuatu itu tidak boleh tergesa-gesa dan harus dipikirkan terlebih dahulu”,. bagi masyrakat kami yang kena sial karena melakukan suatu pekerjaan apapun  “belum cuci tangan”, adalah kambing hitam yang paling tepat.

Dua sekawan ini duduk diatas perahunya yang bergoyang pelan, sudah tidak ada kekecewaan dari raut wajah mereka karena shock mendalam karena mereka tidak mendapatkan seekor ikanpun. Aska mengeluarkan sekantung tembakau  dan kertas rokok yang terbungkus rapi digulungan pinggang sarung yang dipakainya. Mereka membuat linting rokok dan menyeduh kopi dari thermos bekal, suasana berubah menjadi hangat, sungguh kebahagian yang sederhana. Dengan suara yang agak kecil namun bergema keluar dari mulut Aska dengan besar gelombang kira-kira 10.000 Hz dengan agak berbisik masuk ke telinga lebar tidak bependidikannya Bilal, “taukah kamu siapa Marco Polo”,

Bilal, dengan mata terbuka sekaligus terpana dengan nama yang begitu indah, asing dan penuh aksen itu, pertama kali dia dengar nama macam itu karena setahu dia, nama cuma Udin, Ipok, Rusdi, Ruslan, Sedan dan Sumenah yang menurutnya tidak ada keren-kerennya, khas nama Sasak tulen. Dia begitu penasaran dengan sosok Marco Polo. Melihat keadaan Bilal yang penasaran dengan semangat meluap-luap Aska menceritakan tentang sosok Marco Polo. 

“Lal, Marco Polo adalah sosok pelaut dan kapten kapal besar yang telah mengarungi laut lepas hanya mengandalkan angin barat dari Eropa dan angin timur dari benua Australia, telah menyinggahi negara Cina, Batavia, India, dan Negara-negara maju pada masa itu yang tersebar di tiap pelosok benua, melewati Samudra Hindia dan Pasifik. Menerjang ganasnya ombak Semenanjung Malaka yang tanpa gentar melahap kapal-kapal besar, dia hanya membutuhkan satu tahun sekali perjalanan dengan mengandalkan lembaran layar bukan motor diesel. Hanya untuk satu tujuan Gold of Spice, Dia adalah panutan kita Lal.” Bilal terkagum dengan cerita Aska sampai menguasai istilah asing pula, karena seingatnya dia,  Aska jauh tidak lebih pintar darinya.  

Perkenalan Aska dan Marco Polo karena pertemuaan yang tidak pernah direncakan, secara tidak sengaja mendengar anaknya Zubaidah yang sedang libur sekolah membaca buku LKS IPS kelas 5 SD tentang pelayaran bangsa-bangsa Eropa mencari rempah-rempah dibelahan bumi lainnya, bagi mereka pada masa itu rempah-rempah diibaratkan emas Gold of Spice,  karena kebutuhan bangsa Eropa yang tinggi pada rempah-rempah seperti cengkeh, pala, jahe, dan kayu manis.

Tidak terasa matahari mulai terbit jauh dari timur sana antara pulau Sumbawa dan benua Australia, mesin motor diesel perahu dinyalakan Bilal sekaligus sebagai nahkoda kapal, Aska dengan bangga berdiri dan membentangkan kedua tangannya diujung perahu karena telah  mengenalkan sosok Marco Polo pada sahabat karibnya, ditepian sana pantai Kura-kura dan Pantai surga dengan tebih-tebing indahnya berbalut rumput bak permadani hijau menambah indahnya pagi itu.

Di kemudian hari usut demi usut, kegagalan Aska dan Bilal menjaring ikan karena Aska pada malam itu terburu-buru pergi ke perahu karena sudah ditunggu Bilal, sehingga dia mengambil jaring ikan yang belum selesai dirajut, dan sebenarnya Aska menyadari keteledorannya pada saat setelah 2 kali mengakat jaring ikan, namun tidak mau bercerita kepada Bilal karena takut kenak semprot. Dan berusaha menghibur dan mengalih perthatian Bilal dengan cerita Marco Polo.

 

THE END

 


Bagikan ke:

Apa Reaksi Anda?

0


Komentar (0)

Tambah Komentar

Agenda Terbaru
Prestasi Terbaru