Detail Opini Siswa

Opini / Siswa / Detail Opini Siswa

CERPEN: "SHINUSERGA DARI FILM “LIFE ENDS ON CHRIMSTMAS EVE”

Admin Kamis, 27 Januari 2022 16:45 WIB 0 Komentar

SHINUSERGA DARI FILM “LIFE ENDS ON CHRIMSTMAS EVE”

Oleh

Aulia Salsyabula Irawan

Siswi SMA Negeri 1 Terara

Suatu pagi, musim semi di Toronto, Ontario, Kanada.

            Apa kalian tahu? Masa kini remaja-remaja usia muda sangat jauh dari kata baik-baik saja. Rasa emosi dan hormon yang melunjak tak terkontrol, perasaan campur aduk antara masalah keluarga dan masalah cinta pandangan pertama, frustasi akan sekolah, dan masa depan yang menuntut mereka. Semua itu adalah apa yang dirasakan remaja masa saat ini.

            Kisah tentang remaja laki-laki bernama Shinusserga Keynean atau biasa dipanggil Sin oleh teman-temannya. Dimana ia hidup dengan neneknya yang sudah lansia bahkan ingatannya pun sudah pudar. Ayah dan ibunya meninggal pada kecelakaan mobil waktu ia berusia 3 tahun. Dan sejak usia sedini itu, ia diasuh oleh nenek nya hingga sekarang usianya 18 tahun.

            Singkat tentang seorang Sin, ia lahir pada hari natal 25 Desember 2003. Sin tinggal di Toronto—ontario-Kanada. Saat ini adren bersekolah di sekolah menengah terkenal di kotanya ia bisa masuk ke sekolah itu karena ia mendapatkan Beasiswa. Tidak heran karena Sin memang siswa yang cerdas.

            Sin dijuluki seorang chemistry crazy guy karena Sin sangat ahli dalam bidang sains bukan hanya sains namun juga hitungan. Tahun sebelumnya ia menjadi kandidat olimpiade kimia dan mendapat juara 1. Sakin ahlinya dan mahirnya di sains, ia dipercaya dan sering menjadi guru pengganti jika guru yang mengajar di kelasnya berhalangan masuk mengajar. Sifatnya yang periang dan ramah membuatnya memiliki banyak teman. Namun ia juga di duga menjadi preman jika diluar sekolah. Kenapa? Karena kemanapun ia pergi, Sin selalu membawa pipa besi yang sering digunakan preman-preman yang memalak uang di gank sepi.

            Suatu pagi, di jam istirahat sekolah, Sin tengah bermain basket dengan teman-temannya di lapangan. Siswa-siswa banyak yang menonton dan bersorak menyemangati. Dengan percaya dirinya Sin melambai tangannya sambil tersenyum ke arah fens-fens nya di tepi lapangan yang menjerit meneriaki namanya.

Saat akan kembali bermain, ia melihat guru konseling keluar dari gerbang belakang sekolah. Pasti guru killer itu akan merazia sebuah warnet kecil di belakang sekolah. Di sana banyak sekali siswa-siswa yang membolos kelas untuk bermain game di waenet itu. Sudah lebih puluhan kali mereka dipergoki tengah membolos namun masih saja nekat membolos kelas.

            Di dalam warnet itu, hampir semua isinya adalah siswa-siswa dari sekolahnya Sin. Bahkan Ertio yang dijuluki-si penggila game pun juga ada di sana. Guru konseling itu menepuk pundak Ertio tanpa bersiara. Namun Ertio tak menggubris malah tetap fokus bermain game. Kedua kalinya guru konseling itu berdehem namun tetap tak di gubris.

            Sedangkan anak-anak lain yang mengetahui bahwa guru razia datang mereka langsung berbondong-bondong berlarian seperti dikerjar hantu keluar dari warnet itu.

            “Sudah berapa jam kau disini? Apa kau meninggalkan kelas pagi mu?” tanya guru konseling itu dengan wajah datar.

            Ertio berpikir sejenak “Ah...! aku masih ada kelas siang jadi biarkan saja” ucapnya enteng. Masih belum sadar.

            “Lalu bagaimana jika guru Feng memergokimu?” tanya guru konseling itu. Namanya Feng-seorang asli China namun tinggal di kanada sebagai guru yang mengukuti program perpindahan guru.

            Ertio menghentikan game nya. Lalu ia sadar akan suatu yang aneh. Dengan pelahan ia membalik tubuhnya dan mendapatkan guru Feng sudah berdiri tepat dibelakangnya. “Hehehe... hallo guru Feng apa kabar Anda baik?” alibi Ertio. Tertawa canggung.

            Ya. Kita tahu nasib Ertio sekarang. Jika bukan mendapat hukuman maka apalagi? Ertio dan beberapa murid lainnya yang bersangkutan berbaris berbanjar sambil menunduk dengan guru Feng yang di depan mereka menatap tegas.

            “Bahkan aku sudah sangat lelah memberi kalian hukuman, kapan kalian akan jera? Kali ini aku tidak akan segan. Kalian harus berlari keliling lapangan 100 putaran. Jika tidak maka-“

            Ucapan guru Feng belum saja selesai malah dipotong oleh kedatangan Sin. “Guru Feng. Mereka adalah teman-teman sekelasku. Dan akulah ketua kelasnya. Kurasa aku yang harus bertanggung jawab akan hal ini untuk menggantikan hukuman mereka!” ucap Sin yang datang dengan peluh keringan sebahis bermain basket tadi.

“Aku tidak punya urusan denganmu. Sebaiknya kembali ke kelas karena bel masuk sudah berbunyi 15 menit yang lalu” jawab guru Feng.

            “Tapi mereka adalan tanggung jawabku. Harusnya sebagai ketua kelas, aku yang bertanggung jawab karena membiarkan warga kelasku membolos jam pelajaran” jelas Sin yang tersenyum dermawan dengan alis yang dinaikan sebelah.

 “Aku tidak akan kembali ke kelas jika tidak bersama teman-temanku!” ucap Sin tak mau kalah. Ertio dan yang lain hanya menatapnya bingung. Namun Sin sebaliknya, ia membalas tatapan mereka dengan senyum percaya diri.

            “Baik! Jika kau memang sangat ingin bertanggung jawab. Maka silahkan lari 100 putaran ketua kelas yang dermawan” final guru Feng.

            Ertio dan lima anak lainnya menatap Sin ragu. Setelah mendapat izin menggantukan hukuman teman-temannya, Sin langsung berlari di lapangan lari jarak jauh yang memang tersedia di sekolah. Ukuran lapangannya sekitar 3000 meter. Sin rela membolos kelas siang untuk mengantikan hukuman teman-temannya. Toh ia orang yang pintar jadi membolos kelas tak apa batin Sin.

            Guru Feng membubarkan 6 anak yang tadinya akan ia hukum. Dan sekarang mengawasi Sin dari pinggir lapangan. Ertio merasa tidak enak pada Sin. Pasalnya Sin tidak melakukan kesalahan apapun itu adalah salahnya sendiri mengapa Sin merelakan dirinya sendiri untuk menggantikannya

            Siswa-siswi yang melihat Sin kini berkerumun baik yang di gedung atas maupun di gedung bawah. Padahal jam pelajaran tengah di mulai. Mereka serempak menyemangati Sin yang tengah berlari seorang diri di lapangan yang luas itu. Sin selama ini memang banyak membantu teman-temannya, maka dari itu mereka pun berpihak pada Sin jika Sin melakukan kesalahan seperti sekarang, ya.. walau itu bukan kesalahan yang ia buat.

            “semangat...!”

            “Ayo.. kau pasti bisa.!”

            “Sin semangat!”

Teriak cari dari atas gedung kelas.

            Semangat Sin meningkat 99,9% sekarang. Ia mempercepat larinya. Melihat itu, Ertio yang masih berdiri di luar berlari menghampiri Sin walau guru Feng berteriak melarangnya. Sayangnya tidak di gubris, Ini adalah salah Ertio maka ia juga harus bertanggung jawab.

            Setelah melihat Ertio, akhirnya lima anak yang bersalah itu ikut berlari, anak-anak di gedung bawah juga berlari berhamburan ke lapangan. Berlari beramai-ramai. Guru Feng dibuat frustasi oleh murid-muridnya. Entah apa yang dipikirkan anak muda seperti mereka.

            Mereka tidak mau melihat hanya Sin seorang diri yang dihukum karena bukan kesalahannya, itulah alasan mereka ikut menerima hukuman itu. Sungguh toleransi peduli sesama yang besar.

***

 

            “Nenek. Aku kembali.” Teriak Sin bersemangat memasuki rumahnya.

            “Bio kecil.. apa itu kau?” lirih nenek nya yang duduk di depan televisi. Televisi usang itu menyangkan series kartun maruko-chan.

            Bio kecil adalah panggilan neneknya untuknya. Sin tersenyum dan memeluk wanita tua itu, mencium puncak kepalanya sayang. Ya! Sin sangat menyayangi Neneknya lebih dari seisi bumi dan planet.

            “Nenek, aku akan membelikan alat pendengaran untuk mu agar kau bisa mendengar dengan jelas. Kau mau?” tanya Sin pada wanita tua yang ia peluk.

            Wanita tua itu tidak menjawabnya namun fokus pada kartun yang ia tonton. Sin tahu itu. Neneknya memang kurang mendengar, jika ingin berbicara padanya maka harus pelan dan adak sedikit kencangkan volume. “Aku akan keluar sebentar. Jangan kemana-mana okay? Aku akan kembali sebelum makan malam” ucap Sin lalu mengecup kecing neneknya sebelum ia kembali meninggalkan neneknya seorang sendiri di rumah.

***

 

Di salah toko yang menjual alat pendengaran, Sin terlihat berpikir yang mana alat yang cocok untuk nenek nya? Akhirnya nona yang menjual itu merekomendasikan sesuai keinginan Sin yaitu alat pendengaran untuk lansia dengan kualitas terbaik. Namun harganya sangat mahal sekitar 135.500 dolar atau kira-kira setara 12 juta rupiah. Aku mana punya uang sebesar itu batinnya.

            “Aku akan kembali mungkin dalam satu minggu. Bisakah kau menyimpan ini untuku? Uang ku belum cukup saat ini” ucap Sin. “Tentu Tuan. Kembalilah segera. Terimakasih sudah berkunjung” Balas nona itu ramah.

            Sungguh? 135$ itu sangat besar. Bahkan sangat! Sangat! Sangat! besar bagi Sin. Kerja dalam seminggu belum tentu dapat uang sebesar itu. Hari sudah hampir menggelap. Sin harus pulang cepat karena lampu rumah belum ia nyalakan, nanti neneknya ketakutan, angannya.

            Namun saat ditengah jalan di gang kecil menuju rumahnya, Sin melihat beberapa orang berpakaian acak dan membawa tongkat kayu di tangannya. Tiga orang itu pasti preman yang sering mencegat orang-orang dan meminta uang mereka. Niat tidak ikut campur, namun Sin terengah. Yang di cegat itu adalah Ertio!

            “Paman. Apa kau tidak kasihan pada anak seperti itu? Dia itu sangat lemah dan terlihat tidak ada apa-apanya.” Ucap Sin. Ketiga preman itu pun berbalik menatap siapa yang berbicara. Mengganggu saja batin si pereman.

            “Ha? Bocah prik sepertimu lebih baik pulang dan jangan ikut camput. Dia ini anak dari bos Bar yang kaya. Ayahnya pernah membuatku kesal!” tegas si preman, dibibirnya tersembat sebatang rokok.

            Sin memikirkan sesuatu sejenak. Jika dilihat, preman yang di tengah tingginya 1,71 m., berat badan 60kg, kekuatan dan tenaganya kurang 50% dari preman disebelah kirinya yang kira-kira jika diukur menggunakan teorema 1,85 m berat badan 70kg. Sedangkan preman disebelah kiri terlihat jika tingginya 170 pasti berat badannya sekitar 50kg-an. Jika diunur menggunakan Teorema Pythagoras. Si tinggi 1,85 menjadi sisi tegak/sisi samping atau (a) si tinggi 1,70 menjadi sisi depan dan si tinggi 1,71 di sisi miring lalu Ertio menjadi sudutnya.

Dengan begitu terbentuk segitiga siku-siku. Jika Sin inginmenyelamatkan Ertio tanpa berkelahi dan babak belur, maka yang harus ia lakukan adalah mencari panjang si tinggi 1,85 agar bisa menarik Ertio dalam posisi segitiga siku-siku.

            “a2=c2 - b2  “ gumam Sin. Memijat dagunya seakan ada jenggot disana.

            “Hah? Apa yang kau katakan bocah?” gertak paman preman itu.

“kita gunakan rumus itu. Dengan keterangan (a) adalah si paman dengan tinggi 185, (b) adalah kau si tinggi 170, dan (c) adalah kau! Si tinggi 171.  Maka jika dihitung menggunakan rumus, yang dihasilkan adalah 1. Tapi karena sisi (a) memang sudah memiliki perkiraan tinggi, rubah rumus sedikit, maka angka dari hasil rumus tadi itu yang kita gunakan. Agak si culun (Ertio) ini tidak bisa lolos. Kau si tinggi 185 harus ada di sebelah kanan.” Oceh Sin. Tiga preman itu kebingungan begitu juga Ertio. Apa maksud si Sin ini? Gumam Ertio dalam hati.

            “Paman. Bisakah kau pindah ke sebelah kanan?” ucap Sin menyuruh si tinggi 185. “Untuk apa? Kenapa kau memerintahku bocah pr-“  “Paman ini banyak bicara. Paman jadi tidak memalak nya? Ikuti aku maka paman akan mudah mencegatnya.” Bual Sin. Si preman 185 m itu menurut dan pidah posisi dari tengah ke sebelah kanan.

            Maka sekarang posisinya sudah sama sesuai dengan rumus Sin. Sin tersenyum, ternyata sangat seru bermain dan belajar dengan paman preman itu batinnya. “Sakarang posisinya pas. Mudah untuk mengepung si culun ini” Oceh Sin. Tiga preman itu tidak mengerti apalagi Ertio. Apakah Sin akan bergabung dengan preman itu untuk memelasnya? Batin Ertio.

            “Sekarang. Akan lebih mudah untuk ku membawa kabur temanku. Ayo lari!!” Sin menarik Tangan Ertio berlari meninggalkan Preman yang tengah kebingungan itu. Tiga preman itu masih melongo mencerna kata-kata yang keluar dari mulut Sin tadi. Bukannya mengejar anak-anak yang membodohinya itu mereka malah menghitung jari mereka seakan mengerti apa yang Sin ucapkan.

            “Paman lain kali jika kau tidak tahu apa yang diucapkan lawan bicaramu sebaiknya jangan terlalu serius mendengarkan!!!” Teriak Sin yang sudah berlari jauh.

            Sebenarnya rumus yang Sin gunakan itu adalah unyuk membual preman itu saja. Jika berkelahi akan sedikit beresiko karena mereka berada di lorong yang sedikit sempit, kira-kira 

mocil tidak bisa masuk di lorong itu. Maka dari itu Sin membodohi preman itu dengan sedikit teka teki. Dan benar saja, mereka seperti terhipnotik karenanya.

            “Hosh...hosh...hosh...” mereka berenti di depan rumah Sin. Setidaknya posisi mereka sekarang sudah sangat jauh dengan para preman bodoh itu.

            “Terimakasih,,,hosh,,,karenamu aku bisa lolos dari mereka,,,hosh,,,” Ertio mencoba menstabilkan nafasnya saat berbicara. Sin menjawabnya hanya dengan senyuman tulus disela nafasnya yang masih tidak teratur.

            “Mau masuk dulu ke rumahku? Setidaknya minum?” tawar Sin. “Dimana rumahmu?” Sin menunjuk rumahnya yang ada di samping mereka lalu membuka gerbang kecil itu dan masuk.

            “Wow... apa rumahnya yang ini? Terlihat kumuh, kupikur si Sin ini kaya”gumam Ertio dalam hati. Melihat sekeliling lorong kecil yang sepi itu.

            “Aku tinggal dengan nenekku. Jika kau ingin tahu.” Sin tersenyum mempersilahkan Ertio untuk masuk. “Duduklah. Aku akan menganbilkan air. Tapi air putih saja tak apa? Aku hanya punya itu” Ertio duduk di sofa kecil yang ada di ruang tamu kecil itu, mengangguk menjawab Sin setelahnya.

            Sementara Sin mengambil air minum untuknya, Ertio melihat sekeliling rumah Sin. Terlihat sudah sangat lama, maksudnya rumah yang antik. Di era seperti sekarang tidak ada rumah seperti ini. Rumah ini seperti rumah era 1900-an. Tanggapnya.

            “Minumlah. Maaf jika aku hanya membawakanmu air kosong, makanan juga tidak ada. Aku belum memasak” ucap Sin ikut duduk. Ertio meneguk air yang diberikan Sin “Ya. Tidak apa. Ini cukup” jawabnya.

            “Kenapa preman itu bisa mencegatmu? Apa yang kau lakukan disini? Setauku kau bukan orang yang tinggal sekitas sini” Sin menatap Ertio datar.

            “Yeah... aku bersembunyi dari ayahku. Si tua itu ingin mengambil uangnya kembali setelah memberikannya padaku” jawab Ertio enteng dengan wajah songongnya.

            “Uang? Memangnya harus bersembunyi segala?” Tanya Sin

“Tentu saja. Dia selamam memberikanku uang 2000$ sekarang ingin mengambilnya lagi. Mana bisa!” ucap Ertio enteng raut wajahnya kesal.

            Wow?! 2000$?? Apa dia bercanda? (2000$ setara kira-kira 28jt) Sin dibuat menelan ludahnya gusar. Yang benar saja si Ertio. Apakah uang jajan nya sebesar itu berpulan?

            “H-Hey... i-itu sangat banyak kau tahu? Pantas saja ayahmu ingin kau mengembalikannya” tegas Sin.

            “Hey! Uang ayahku kan uangku juga. Dia berhak memberiku. Apakah salah?” tanya Ertio tak terima

            “Aku... tidak tahu. Tapi itu benar-benar jumlah yang besar!” tukas Sin.

            Prangkk....

            Tiba-tiba terdengar suara piring jatuh. Sin dan Ertio sangat terkejut. Sin langsung bergegas menuju alas suara. Wanita tua yang sedang berada di dapur tengah mengambil pevahan-pecahan piring itu dengan hati-hati. Melihat itu Sin langsung menghampirinya. Khawatir.

            “Aku akan membersihkan ini. Jangan melakukannya tangan nenek terluka. Lihatlah!” ucap Sin penuh khawatir saat melihat jari telunjuk wanita tua itu tergores pecarah piring itu.

            Sin membantu Neneknya duduk di meja makan. Ia mengambil kotak p3k untuk mengobati neneknya. Wanita tua yang diobati hanya melihat cucuknya dengan tatapan datar-mencerna suasana yang terjadi. Dengan telaten dan pelan, Sin mengobati  jemari keriput itu. Melihat neneknya yang tersenyum padanya. Ertio yang melihat itu tersentuh. Ingin rasanya ia bisa membantu Sin. Ia tahu Sin sekarang ini dalam keadaan susah. Tapi apakah Sin mau menerima bantuannya?

            Setelah selesai mengobati neneknya, Sin kembali meletakkan kotak p3k itu pada tempatnya lalu kembali menghampiri sang nenek. “Lain kali jika kau ingin sesuatu yang tidak bisa kau lakukan maka beritau saja aku. Mengerti?” wanita tua itu mengangguk.

            “Maaf aku meninggalkan mu sebentar. Apa kau ingin ku antar pulang atau masih ingin bersembunyi disini?” tanya Sin pada Ertio yang tersentak dari lamunannya-entah melanunkan apa.

“Hey! Aku bukannya bermaksud tidak baik. Tapi bisakah aku menolongmu? Ah bukan! Menolong nenekmu yang benar” kata Ertio membuat Sin menyipitkan matanya bingung.

            “Aku ingin memberikan setengah uangku padamu. Kau tahu? Sebenarnya ini saja tidak cukup untuku namun aku sangat dengan senang hati memberikannya padamu. Kau bisa membelikan apapun yang diinginkan nenek mu.” Ucap Ertio seakan tahu masalah yang sedang dihadapi Sin sekarang.

            “Lebih baik untukmu saja. Aku sangat menghargaimu tapi-“

            “Kau ini! Aku sudah tulus setidaknya terimalah. Lagipula kamu sudah menyelamatkan nyawaku dari preman sialan itu” ucap Ertio memotong ucapan Sin.

            Sin tidak menjawab. Walaupun ia susah setidaknya dia tisak harus meminta uang. Dia bisa meminmamnya dan akan ia kembalikan.

            “Aku memang membutuhkan uang. Nenek ku sudah ketilangan pendengarannya. Ya karena nenekku sudah tua. Aku ingin membelikannya alat pendengaran. Harganya sangat mahal, aku tidak punya uang sebesar itu untuk membelikannya” jelas Sin dengan senyum sanggung.

            “Maka dari itu. Kau harus menerima bantuanku. Aku tulus membantumu”
            “Aku bisa meminjam uangmu tidak perlu meminta. A-aku bisa mengembalikannya, percayalah” ucap Sin meyakinkan Ertio

            “Kau ini. Sekarang kita teman, apa salahnya membantu teman. Bukan begitu” Sin tersenyum mendengar ucapan Ertio. “Untuk menggembalikannya, kau bisa kembalikan kapankun kau punya uang” lanjutnya.

***

Setelah Sin mendapat uang pinjaman dari Ertio, akhirnya sekarang neneknya bisa memiliki alat untuk mendengar. Tidak susah berbicara dengannya lagi sekarang.

            “Nenek, aku akan pergi ke sekolah. Makanan sudah aku siapkan di meja makan. Nenek jangan sampai tidak makan? Okay?” ucap Sin mengecuk pelipis neneknya berpamitan. Wanita tua itu tersenyum dan melambai tangannya ketika Sin kaluar dari gerbang rumah.

            Sin menggunakan bis untuk menuju sekolah. Karena usia dibawah 20 tahun dilarang menggunakan kendaraan dalam bentuk apapun kecuali sepedah. Lagipula Sin tidak memiliki motor, atau sepedah yang bisa ia gunakan ke sekolah.

            Sekolah sudah ramai pada pukul 07.50. Kelas dimulai pukul 08.30 masih ada beberapa menit lagi. Sin melihat Ertio dan dua teman kelas perempuannya. Seliya dan Rebbeca. Ertio melambaikan tangan pada Sin mengisyaratkan untuk menghampiri mereka.

            “Hey Sin. Selamat pagi” sapa Seliya. Sin hanya mengangguk tersenyum membalas ucapannya.

            “Tidak ke kelas? jangan bilang kalian ingin membolos?” tuduh Sin. Ertio yang dikenal raja membolos hanya terkekeh. “Kami tidak akan membolos. Benar kan kawan-kawan?” tanya Ertio pada Seliya dan Rebbeca. “Itu sih kau. Kami tidak pernah membolos” tukas Selya.

            “Tuan chemistry crazy guy. Kami ini mau diajarkan belajar. Kau kan pintar jadi bagi ilmu yang kau miliki pada kami” Ucap Seliya mengerjapkan matanya membuat wajah imut. Ertio yang melihat hanya beridik ngeri. Rebbeca hanya tersenyum mengangguk kepalanya berkali-kali.

            “Untuk apa? Kalian kan sudah ikut kelas tambahan. Lalu kenapa mau aku mengajari kalian?” Sin menyengit bingung.

            “Ya... kelas tambahan kan berbayar setidaknya kau gratis.” Ucap Seliya cengengesan

            Sin mengangkat alisnya. “Sebenarnya aku mau-mau saja. Tapi waktu luang ku hanya malam. Aku bekerja hingga pukul 20.00 jadi tidak ada waktu lain untuk mengajari kali-“

            “Malam juga tidak masalah! Nanti Ertio yang mengantar kami pulang.” Potong Selya. Awalnya Ertio mangangguk setuju. Tapi menyadari bahwa ia akan mengantar Selya dan Rebbeca pulang malam itu tidak bagus untuknya. Bisa-bisa waktu main game ku terbuang sangat banyak untuk mengantar mereka batin Ertio.

Sin awalnya akan menolak, tapi melihat wajah memelas Ertio, Selya dan Rebbeca, ia tidak bisa menolak-mereka adalah teman! “Baiklah. Dalam satu minggu aku hanya ada tiga hari untuk mengajar kalian. Senin, rabu,dan sabtu. Hari senin dirumah Rebbeca, rabu dirumah Selya dan sabtu dirumahku. Jika rumah Ertio pasti dia tidak mau” jelas Sin menatap tida orang itu satu persatu.

            Ertio terkekeh mendengar ucapan Sin “Kau tahu saja Tuan chemistry crazy guy.” Katanya.Sin tersenyum kepada tiga orang itu lalu mengangguk. “Hari ini kelas guru Feng. Kita tidak boleh terlambat jadi cepat ke kelas!” tukas Sin. Ertio, Seliya, dan Rebbeca mengangguk lalu mengikuti Sin menuju ke kelas.

***

            Sudah 3 minggu Ertio, Seliya, dan juga Rebbeca belajar dengan Sin. Hari ini adalah jadwal belajar si rumahnya Sin. Sekarang keempat remaja itu berada di atap rumah yang banyak taman-tanaman disana. Mereka memakan semangka yang dipetik di atas atap rumah Sin. Di kebun kecil itu ada sayur mayur san beberapa buah seperti straubery, semangka dan anggur merah.

            Hari ini Sin tidak bekerja maka mereka belajar bersama di sore hari.

            “Hei tuan chemistry crazy guy. Kenapa kau tidak membuka tempat les atau semacamnya. Banyak anak-anak yang ingin belajar denganmu.” Usul Rebbeca

            “Aku harus mengurus nenekku dan bekerja. Untuk mengurus hal-hal seperti itu aku tidak punya waktu. Ini saja aku merelakan mengajar kalian, karena kalian adalah temanku. Tentu saja” jawab Sin tersenyum lebar. Mereka mengangguk-angguk mendengar jawaban sin.

            “Baiklah selesaikan makan semangkanya. Setelah ini kita istirahat menetralkan pikiran. Aku akan mengajak kalian ke suatu tempat” Sin bangkit dari duduknya. Mengibas pantatnya karena ditempatnya duduk sedikit debu membuat celananya kotor. Tiga orang di sana juga ikut berdiri mengibas pantatnya.

“Kemana kita akan pergi?” Tanya Seliya. “Ketempat dimana kalian bisa berteriak tanpa ada yang marah” jawab Sin

            “Nenek! Aku akan pergi bermain. Jangan keluar ya” teriak Sin berlari keluar dari rumahnya. Sin selalu mengingatkan neneknya untuk tidak keluar rumah. Mengapa? Karena neneknya pernah beberapa kali hilang untunya selalu ditemukan oleh polisi.

            Empat remaja itu naik bis menuju sebuah teluk luas dan sepi. Hanya ada pabrik-pabrik besar di sekitarnya. Tidak ada rumah maupun pemukiman lainnya. Sin duduk di pembatas teluk itu. Suasana sangat damai, cuaca juga sangat cerah. Ertio, Seliya juga Rebbeca ter-WOW melihat oemandangan itu.

            “Aku selalu datang kesini jika aku ingin berteriak lepas. Rasanya sangat lega” Ucap Sin menatap lurus ke arah lekut.

            “MARK LEE...! KAU PRIA TUA MENYEBALKAN TAPI AKU MENYAYANGI UANGMU...!” teriak Ertio menyebut ayahnya menyebalkan. Dasar Ertio, Sin menggeleng melihat tingkahnya “Aku bercanda ayah. Aku menyayangimu” lanjut Ertio tidak berteriak.

            “AKU INGIN MENJADI ATLET LARI INTERNASIONAL” teriak Seliya. Setelah ia teriak, Seliya duduk di samping Sin.

            “AKU INGIN BERHENTI DIOMELI IBUKU. AKU MENYAYANGIMU IBU. TAPI JIKA KAU MENGOMEL TERUS KAU JELEK!” teriak Rebbeca. Sukses membuat Sin, Seliya dan Ertio tertawa terbahak-bahak karenanya.

            Rasa plong dan lega mereka rasakan. Saling menatap satu sama lain dan kembali tertawa. Momen-momen seperti ini adalah hal yang paling ter-rindukan ketika di masa depan.

            “Kita sahabat?” tanya Rebbeca menoleh pada teman-temannya. Sin, Seliya dan Ertio saling menatap lalu mengangguk antusias.

            “SAHABAT SELAMANYA!” teriak mereka beempat.

***

 

Malam hari. Tepatnya malam rabu. Sin terbangun. Ia tiba-tiba memimpikan ayah dan ibunya. Hening malam terasa dingin. Nafasnya ngos-ngosan. Baru kali ini ia memimpikan orang tuanya. Apa arti dari mimpinya-batinnya. Hingga Sin mengingat masa kecilnya sebelum kecelakaan mobil yang menewaskan orangtuanya.

            Mobil pan hitam itu melaju dengan kecepatan rata-rata. Di dalamnya ada tiga penumpang, Mr. dan Mrs keynean setra putra mereka, Shinuserga Keynean. Didalamnya mereka bercanda ria. Saat itu usia Sin 3 tahun, masih lucu-lucunya untuk di ajak bercanda.

            “Anak tampan sayang mommy?” tanya Mrs Keynean. Sin mengangguk.

            “Tapi Sin lebih suka Daddy karena Daddy selalu membelikan Sin es cream dan memberikan Sin bermain video Game!” ucap Sin-bocah 3 tahun itu.

            Mrs Keynean berpura-pura memasang wajah sedih sedangkan Mr Keynean kertawa sambil fokus menyetir. “Sakit sekali everybody” lirih Mrs Keynean beracting.

            “Cakit apa mommy?” tanya Sin dengan bahasa complang-camplingnya.

            “Sakit hati.” Mrs Keynean beracting berpura-pura kesal pada Sin.

            “Ca-cakit apa mommy?” tanya Sin kecil yang dipangku oleh sang mommy. Ia menatap mommynya bingung

            “Sakit hati” jawab mommynya. “Cakit.. cakit nda hati mommy jelek!” kelas Sin yang merajuk. Bocah kecil itu tidak suka jika mommynya berpura-pura. Apalagi menyangkut hal sakit-sakit parah seperti hati. Sin kira mommynya benar-benar hatinya yang sakit.

            “Mommy hanya bercanda Sin. Kau anak pintar. Mommy dan daddy menyayangimu. Ingat itu ya?” ucap Mrs Keynean memeluk tubuh kecil Sin. Sin yang tadinya sempat kesal kini mengangguk lalu mencium pipi sang mommy.  Mr Keynean hanya tertawa, terkekeh melihat tingkah isrti dan anaknya.

            Hingga tiba-tiba kecepatan mobil menjadi cepat dan tidak bisa di-Rem. Rem nya blonk. Dari sanalah kecelakaan yang menewaskan pasangan suami-istri itu. Dan untungnya Sin selamat. Namun luka di bagian pawah mata.

            Sin memegang bekas luka di bawah matanya. Mengingat itu membuat hatinya enyah. Bekas luka itu masih terukir hingga sekarang. Kalau boleh jujur Sin sebenarnya lelah akan hidupnya. Walaupun ia memiliki neneknya yang sangat berharga dan ia sayangi, namun benar kata orang. Kasih sayang orangtua tidak ada tandingnya.

            “Semoga mereka tenang disana. Mommy...daddy..!”

***

Toronto, Kanada 25 desember

Di cuaca yang dingin, Sin dan neneknya mengobrol di halaman kecil belakang rumah. Mereka mengobrol soal macam-macam, kue pangsit yang mentuknya seperti piramida, burung yang berdanca, bahkan mengobrol tentang kartun kesukaan neneknya yaitu maruko-chan.

            Sin tersenyum melihat neneknya. Ia sangat menyayangi neneknya. Semakin hari wanita itu semakin tua. Sin hanya tak ingin ia ditinggalkan terlalu cepat oleh orang satu-satunya yang ia sayang.

            “Nenek aku mendapat uang karena membantu guruku mengajar di kelas tambahan. Apa ada sesuatu yang nenek inginkan? Mau makan sesuatu atau hal lain?” tanya Sin memeluk neneknya yang tengah duduk santai di korsi yang bergoyang itu sambil memejamkan matanya tersenyum mendengar ucapan cucunya.

            “Kalau ada waktu, nenek ingin memakan kue pangsit piramida yang kau ceritakan” ucapnya lirih. Suara tua nya khas terdengar.

            “Hanya kue pangsit piramida? Tidak ada hal lain?” tanya Sin kembal. Sang nenek menggeleng.

            “Aku hanya menginginkan kue pangsit piramida dan cucuku yang tampan” lirihnya tersenyum.

            Sin menghela nafas “Baiklah. Aku akan mendapatkan kue pangsit piramida itu untuk nenek ku tersayang. Dan aku akan selalu ada untuk nenek. Cucu tampanmu” ucap Sin tercaya diri. “Jangan keluar rumah ya? Aku akan membelikan kue pangsit untuk nenek” pamit Sin. Sebelum pergi ia sempat mencium kening wanita tua itu.

            “Cepatlah kembali” lirih sang nenek yang masih bersantai di kursinya.

***

 

            Malam dingin tiba-tiba butiran putih berguguran terjun dari langit. Salju turun dengan elok-nya di pemandangan malam hari. Sin lupa kalau hari ini adalah hari natal sekaligus ulang tahunnya. Rasanya sangat bahagia ketika di usianya bertambah lagi, ia masih melihat senyum, dan tawa neneknya.

            Sin bergegas pergi membeli kue pangsit yang diinginkan neneknya. Ia harus cepat-cepat pulang dan merayakan hari natal sekaligus ulang tahunnya bersama wanita tua kesayangannya. Ya.. walaupun ia tahu pasti neneknya lupa dengan ulang tahunnya. Karena memang kebanyakan orang jika sudah tua suka pikun. Benar bukan?

            Sepanjang jalan, apapun yang dilihat Sin, ia selalu menghitung tinggi, panjang, lebar, sisi sudut, dan lain-lain. Seperti matanya bak mata magic yang istimewa. Bahkan Sin mengetahui berapa tinggi serta panjang gedung yang ada di pinggir jalan itu. Gedung hotel yang tertinggi di kotanya.

            Sin kala mengingat, ayah dan ibunya. Sudah 19 tahun usianya sekarang dan sudah 16 tahun pula ia hidup tanpa orangtuanya. Sin tidak mau bersedih. Ia memiliki neneknya yang akan selalu bersamanya.

            Jika Sin sudah berkuliah nanti, lalu sukses dan memiliki pekerjaan, Sin akan membawa neneknya pindah dari rumah kumuhnya dan tinggal di rumah yang bagus. Sin juga ingin memberikan semua yang wanita tua kesayangannya itu inginkan. Membahagiakannya walau caranya tidak mudah.

            Sin berharap di hari natal dan ulang tahunnya ini Tuhan akan mendengarkannya.

            “Izinkan nyawaku selalu bersama dengan nenek ku. Aku. Bio kecil nya yang sangat menyayanginya.”

            Cahaya terang menyinari tubuhnya begitu saja. Apa itu sebuah cahaya dari dewi furtune? Tanya Sin dalam hati dan,

            Brak.....chitthh...pranggkk...

            Ya. Itu adalah cahaya dari dewi fortune. Mobil yang hilang kendali itu menabrak tubuhnya hingga terjang melayang jauh dari tempatnya. Semua orang berkerumun berhamburan menghampiri tubuh mengenaskan itu/

            “oh geez,,,!”

            “astagaa!”

            “Telah terjadi keselakaan! Hubungi polosi!”

            Teriakan samar yang Sin dengan terdengar seperti Trifonometri. Panjang, dan saman. Sin mengerjapkan matanya ketika tersadar dirinya sudah ambruk. Sin tersenyum. Kepala, hidung, bahkan mulutnya mengeluarkan darah.

            “Apakah aku terlambat mengucapkan harapku tadi?”

            “Aku kecewa dan merasa bersalah. Nenek kali ini saja aku menjadi cucumu yang pembangkang. Pangsit yang kubeli belum aku temukan. Kumohon maafkan aku”

            Di sisi lain, hati wanita tua itu tiba-tiba terasa perih dan tergores. Apakah penyakit jantungnya kumat? Setidaknya cucuku tidak ada dirumah saat sakit jantung ku ini kambuh batinnya.

            “Tuhan. Aku tidak siap. Maafkan aku yang menjadi pembangkang karena janjiku pada nenek belum ku tepati semuanya”

            “Kumohon jagalah dia bersama dewi fortune. Selamat dinggal wanita kesayanganku. Maaf sekali lagi cucu nakal mu ini berbohong”

            “AARGGHH SIALAN! INI AUTHORNYA KENAPA BIKIN SAD ENDING SIH?” teriak Alinea yang frustasi dengan film yang baru saja ia tonton di laptopnya.

            “Pokoknya gue ga terima! Harus gue hajar authornya!” geramnya meninju-ninju udara.

            “Alinea! Sayang makan malam sudah siap. Turun makan malam setelah itu lanjut belajar lagi” teriak ibunya ynag terdengar dari luar kamar.

            “Siapa yang belajar?” gumamnya menunjuk dirinya sendiri. “IYA BUK! ALIN TURUN” jawabnya.

            Ia menutup laptop nya. Dan masih kesal dengan ending film yang sedih. Kalau tahu begini alin gamau nonton film itu batinnya. “Seru sih tapi sayang sad ending”

***

 


Bagikan ke:

Apa Reaksi Anda?

0


Komentar (0)

Tambah Komentar

Agenda Terbaru
Prestasi Terbaru