Detail Opini Siswa

Opini / Siswa / Detail Opini Siswa

BROKEM HOME

Admin Sabtu, 26 Februari 2022 19:56 WIB 0 Komentar

BROKEM HOME

Oleh

Linda Dwi Astuti

Siswi SMA Negeri 1 Terara

    

     Broken home, judul kali ini adalah broken home, semua orang pasti tau, kebanyakan dari mereka mengira itu adalah masalah sepele, tapi bagi mereka yang merasakan, itu adalah pengalaman terburuk di khidupan mereka.

     Aku adalah bukti nyata kalau broken home sangat menyeramkan, bayangin saja, di usiaku sekarang aku sudah mengenal broken home, di pikiranku sudah terngiang-ngiang begitu hebatnya yang membuat aku sangat ingin sekali menyerah di khidupanku yang sekarang ini. Begitu banyak orang yang mengiraku kalau aku baik-baik saja, ada juga yang mengira kalau aku tidak terpengaruh oleh adanya kerusakan dalam keluargaku ini.

     Semua itu bohong, saat ini hampir setiap hari aku menangis, hampir setiap kali rasanya hampa. Kosong. Sunyi. Dan juga sedih. Apa yang mereka lihat itu adalah alter ego. Kepribadian lain dari diriku yang asli atau bisa di katakan itu adalah sisi lain dari diriku yang sebenarnya. 

     Telalu lama kayaknya prolognya. Tanpa basa-basi lagi, Aku biasanya di panggil dengan sebutan kulit hitam manis, mungkin sekarang aku lebih baik dari pada aku yg dulu. Sudah lama sekali aku tidak menangis, dan sudah lama juga aku tidak terlalu merasakan kasih sayang dari orang tua.

     Ayah dan ibuku selalu bertengkar semenjak aku kecil, bahkan bisa di bilang sangat kecil bagi anak yang merasakan hal seperti itu. Aku masih ingat semua kejadian awal, semua pertengkaran ayah dan ibuku. Semua kejadian di rumah tangga aku, semuanya terekam baik di kepalaku, di otakku, memori itu seakan-akan masih terngiang-ngiang di pikiranku, termasuk perkataan dari orang tuaku saat mereka bertengkar, ‘kamu urus sendiri saja anakmu itu, jadi pengusaha aku saja'. Kata ayah dengan suara yang keras. Dengan emosinya ibu menjawabnya, ‘aku juga tidak sudi mengurusnya'.

     Perkataan mereka yang seperti itu membuatku sangat terluka, aku ingin sekali mereka memberi kasih sayang seperti teman-teman yang lain. Ketika itu aku masih berpikir mungkin mereka akan menelantarkan ku. Tetapi, Tiba-tiba mereka memanggilku dan memelukku.

     Entah bagaimana nasibku kalau mereka benar-benar menelantarkanku. Coba pikirkan apa yang aku bayangkan? Yang saat itu bayangkan adalah kosong. Aku masih bingung apa itu pertengkaran?                                                                  

     Ada pertanyaan yang sampai saat ini menjadi misteri di kepalaku. Pertanyaan sederhana, ‘kenapa kalian selalu bertengkar melibatkan anak kalian? Apa karena menurut kalian aku hanyalah penyusah di keluarga ini? Atau justru ada penyebab lain?. Ingin sekali aku bertanya kepada orang tuaku, tapi aku takut membuat mereka memarahiku lagi, biarlah itu menjadi masalalu. Yang lalu biarlah berlalu.

     Setelah pertengkaran itu, aku, ayah, ibu, dan saudaraku aku kembali seperti biasanya. Tetapi aku tidak yakin kalau masalah ini selesai begitu saja dengan membujuk ku. Benar sekali dugaanku, 2 hari kemudian terjadi pertengkaran lagi antara ibu dan ayahku, dan aku tidak mengetahui masalah apalagi yang membuat mereka bertengkar, aku Cuma bisa diam dan menangis waktu itu.

     Kurang lebih sudah 4 tahun berlalu ketika aku kelas 1 SMA aku sudah tidak peduli dengan masalah orang tuaku.

Waktu itu ayahku berkata,’fokus saja ke sekolahmu ini, jangan ikut campur  maslah orang tuamu ini', lalu aku menjawab, ‘memangnya kenapa? Ayah menjawab, ‘sudah, diam!’ jawab ayah, singkat dan bersuata keras. Entah apa yang ada di pikiranku kalau itu.

     Ketika aku kelas 2 SMA, aku kira sudah tidak ada lagi pertengkaran di antara orang tau aku, tetapi apa yang aku pikirkan hanyalah halusinasi saja. Waktu itu terjadi sebuah pertengkaran yang membuatku tersinggung dengan perkataan mereka yang membuat aku ingin sekali keluar dari rumah itu. Ayah bilang, ‘kalau mau pergi, pergi aja dari rumah ini'. Dengan suara keras ayah menyuruhku, aku terdiam, dan menundukan kepala, lalu ayahku berkata lagi, ‘lihat ayah, jangan diam seperti itu'.

      Karena hal itu aku pergi dari rumah itu selama 3 hari dan menginap di rumah temanku. Di saat itu temanku selalu memberiku nasehat yang membuat hatiku sedikit terbuka. Lalu aku pulang kembali setelah 3 hari tidak ada kabar dan di saat aku pulang semuanya terlihat baik-baik saja tanpa adanya aku. Jujur, broken home membuatku semakin dewasa, aku jadi tau kalau tidak semua cinta itu baik, tapi sebagian dari cinta itu seram, ‘sambung ku.

     Dari kecil aku di bentuk oleh rasa takut, hanya pada satu pertanyaan yang aku ingat ketika aku lagi sendiri, ‘untuk apa aku di lahirkan, kalau pada akhirnya aku Cuma menjadi beban'. Tumbuh tanpa kasih sayang membuat diri aku yang sebenarnya menjadi pendiam, aku sering kehilangan emosiemosi. Aku lebih senang ketika melihat kejadian brutal, apa aku tumbuh menjadi psikopat? Tidak, aku bukan psikppat, tapi aku hanya orang yang kehilangan emosinya. Karena aku, kehilangan segalanya.


Bagikan ke:

Apa Reaksi Anda?

0


Komentar (0)

Tambah Komentar

Agenda Terbaru
Prestasi Terbaru