Detail Opini Siswa

Opini / Siswa / Detail Opini Siswa

BISIKAN

Admin Sabtu, 26 Februari 2022 19:30 WIB 0 Komentar

BISIKAN

Oleh

Indriana

Siswi SMA Negeri 1 Terara

Ia merangkak, tubuhnya penuh luka, darah dimana-mana, tangan yang gemetar berusaha meraih gagang pintu yang tinggal beberapa jarak dengannya. Namun, sepertinya ada yang tidak ingin dia keluar, karna tiba-tiba badannya diseret menuju kegelapan dibelakangnya.

This whisper can kill us

Dia terbangun. Nafasnya tersengal-sengal, matanya bergerak gelisah kesana kemari dengan keringat yang membasahi keningnya. Setelah itu dia meraih segelas air diatas nakas dan meminumnya. Merasa sedikit lega, dia meletakkan kembali gelas tersebut ketempatnya. Dia diam sejenak sambil melihat jam dinding yang menunjukan pukul lima pagi.

“Aish,kenapa mimpi itu selalu datang sih?” dia berguman sambil mengacak rambut prustasi.

“Pssst”

Pergerakannya berhenti. Dia langsung memandangi sekeliling kamar yang masih gelap gulita. Mendadak udara dingin menghampirinya, dia langsung beranjak bangun dan menyalakan lampu kamar dengan segera. Dadanya naik-turun, jatungnya berdegup kencang, matanya menatap was-was sekeliling.

Namun kosong hanya ada dia disana. Dia menghela nafas mungkin karna terlalu takut akan mimpinya, dia terbawa suasana.

“Ayo tenang, gak apa-apa.”

Dia berusaha menyakinkan dirinya sendiri, walaupun sebenarnya dia sendiri merasa takut. Dia yakin kalau suara tadi adalah dia yang sering mengganggunya belakangan ini. Tapi ia berusaha untuk mengabaikan suara yang mirip bisikan itu dan bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

“Mending saya mandi, terus berangkat.”

“Mungkin sekarang kamu bisa mengabaikan saya. Tapi nanti, kamu tidak akan bisa mengabaikan saya, niki.”

Setelah itu lampu kamar padam. Disusul suara tawa melengking dari samping kanannya.

Hari ini Niki memutuskan berangkat lebih pagi. Dia tidak ingin menjadi pusat perhatian. siapa yang tidak mengenal Niki, laki-laki blasteran Indonesia jepang berparas tampan, dan dicap orang gila oleh satu sekolah. Niki menghela nafas lega, kelasnya sepi. Ia berjalan kearah tempat duduknya, dipojok dekat jendela. Dia menatap keluar jendela, menatap langit gelap dengan gelisah. Iya masih takut akan hal yang ia alami akhir-akhir ini.

“Kamu berdua ngapain?”

Niki menoleh dengan kaget. Dari ambang pintu, terlihat dua laki-laki sedang mengintip kedalam dan ditegur oleh sahabatnya, Shion.

“Err mau cari temen kita. Tapi kayaknya belum datang” Ucap salah satunya, laki-laki yang memiliki wajah seperti orang Australia.

Niki tidak peduli, dia melihat sahabatnya Shion mengintrogasi kedua laki-laki itu. Sepertinya Shion takut kalau sebenarnya mereka berdua ingin membully dirinya.

Niki kaget tiba-tiba Shion menunjuk dirinya, laki-laki yang memiliki wajah seperti orang Australia itu mengangguk dan melambaikan tangan padanya. Niki kaget baru kali ini dia disapa oleh orang lain,selain sahabatnya.

 “Hallo Niki, saya Jino ini teman saya Shogo.” Niki membalas lambaian tangan itu dengan kaku, terlihat laki-laki bernama Jino itu tersenyum. Tapi tidak dengan laki-laki bernama Shogo itu, dia menatap niki dingin. Kemudian berbalik keluar dari kelas dan di susul oleh Jino. Terlihat bahwa Shogo  tidak menyukainya. Niki menghela nafas, siapa juga yang mau berteman dengan orang yang dicap gila satu sekolah, kecuali Shion sahabatnya. Lagi-lagi Niki harus menerima tawa dan hinaan dari teman kelasnya. Penyebabnya adalah dirinya yang tiba-tiba berteriak ditengah jam kosong. Bukan tanpa alasan dia berteriak, tapi karna ada kepala yang menyembul keluar dari meja dan terbang ke sekeliling kelas. Hanya kepalanya saja. itupun sudah mengerikan karena kondisinya yang tidak wajar. Kepalanya rusak dan menunjukan otaknya, bola matanya  hilang sebelah, dan bibirnya sobek hingga ke pipi. Semua itu dipenuhi darah dan bau busuk yang menyengat. Namun hanya niki yang bisa melihatnya. “Kamu kalau gila gak usah sekolah. Malu-maluin nama baik sekolah aja”. “Jangan-jangan orang tuanya juga gila. Saking gilanya anaknya ikutan gila. Musnah aja kamu”. “Eh,jangan dong. Nanti kita gak ada bahan bullyan lagi. Haha”

Tawa orang-orang disana meledak.

Niki menunduk kepalanya dalam, giginya bergemelatuk menahan emosi. Tapi dia bisa apa. Dia Cuma anak miskin yang sering menjadi korban bully. Dia melawan, dia bisa langsung dikeluarkan dari sekolah. “Kalian ngapain hah?!”. Shion yang baru saja tiba dikantin berseru marah pada teman-teman sekelasnya yang sedang mengelilingi meja Niki.

“Yah, pawangnya dateng. Bubar aja, yuk.” Satu persatu murid mulai membubarkan diri dan kembali ke meja masing-masing.

“Nik, kamu gak apa-apakan? Astaga, lepasin kepala tangan kamu, telapak tangan kamu berdarah!”

Niki tidak peduli, dia hanya diam seraya merasakan rasa sakit yang menjalar di telapak tangannya yang terluka. Tapi itu semua tidak sebanding dengan rasa sakit di hatinya.

Semuanya berubah. Niki yang ceria, Niki yang memiliki banyak teman, dan Niki yang suka melawak itu sudah sirna dari dunia. Kini, hanya ada Niki yang lemah, Niki si korban bully, dan Niki si gila. Tidak ada lagi kata bahagia, semenjak setan-setan itu datang dan mengganggu hidupnya. Bahkan hampir mencelakakannya. Entah siapa yang mengirim mereka. “Niki”“Hihihi, jangan takut”

“Coba lihat kebelakang”

Niki menggeleng kepalanya. Kedua tangannya menutup kedua telinganya. Tapi tetap saja, bisikan itu terus terdengar, dan semakin dekat.

“PERGI! JANGAN GANGGU SAYA!”

“Saya tidak akan pergi sebelum mendapatkan apa yang saya mau, niki”

Niki terisak-isak. Matanya menatap sekelilingnya dengan ketakutan.” Apa yang kamu mau?” tanyanya dengan suara pelan.

Hening sesaat. Kemudian, suasana berubah mencekram ketika bisikan itu berbisik di telinganya.

“Saya mau nyawa kamu.”

“Jangan ambil, jangan ambil, jangan ambil.”

Niki ketakutan, ia meringkuk  disudut tembok dekat wastafel dengan tatapan kosong. Namun mulutnya terus merancau.

“Nik, kamu gak apa-apa, kan?”

Niki mendongak, menatap Jino yang berjalan menghampirinya.

“Gak gak gak! Jauh-jauh dari saya!”

“Nik, saya gak kayak mereka. Saya mau nolongin kamu.”

“Jino!”

Niki refleks menoleh ke pintu toilet begitu juga Jino karna kaget  akan kedatangan Shogo dengan wajah panik.

“go bantu saya tenangin Niki, saya gak mau dia jadi bahan candaan sama orang-orang lagi.”

“Ngapain kita bantu dia? Kamu mikir dong, kita bantu dia balesannya apa? Kita bakal bernasib sama kayak dia! Kamu mau dicap gila juga? Biarin aja dia yang gila, kita enggak!”

Niki melihat Jino menggeleng, berjalan kearahnya. Namun, belum sempat Jino membantunya, Shogo lebih dulu menarik tangannya untuk pergi dan meninggalkan niki seorang diri. Niki melihat itu tersenyum miris “Di dunia ini emang gak ada orang yang baik, mending saya mati dari pada harus nahan sakit hati lagi.” Dia bangkit. Dengan terseok-seok dia menuju jejeran pembersih toilet. Sampai akhirnya, dia tertarik dengan sebuah botol berwarna hijau dengan cairan bening di dalamnya. Ia mengambil botol itu, membukanya.

“Woy, lo gila?!”

Tiba-tiba saja ada orang yang datang, menghancurkan acara bunuh dirinya. Mengambil alih botol pembersih lantai yang ada di genggamannya. Niki cukup terkejut. Sesaat kemudia dia tersenyum. Orang itu sahabatnya yang sudah lama tidak berbicara dengannya, Jaan.

“Saya memang gila, jadi kamu gak usah halangin saya”

Niki menggeram. Tapi, melihat satu botol pembersih lantai di dekat watafel, ia langsung mengambilnya dan membuka tutupnya. Jaan yang kaget langsung melempar botol yang dia pegang dan merebut botol pembersih lantai yang di pegang Niki.

“Kamu kenapa kayak begini, sih? Mana Niki yang saya kena?!”

“Niki yang kamu kenal sudah mati. kamu tidak tau apa-apa, gak usah ikut campur!”

“Saya tahu kamu di ganggu setan-setan itu.”

Niki membulatkan matanya kaget. Jaan tahu dari mana? Padahal hanya Shion yang tahu masalah ini. Niki melihat Jaan menghela nafas.

” Saya juga diganggu, Nik. Sejak ketemu kepala terbang kemarin, saya diganggu sampai sekarang,”

Matahari mulai tenggelam, langit siang berubah menjadi malam. Serangga malam mulai berbunyi, menyanyikan irama yang indah namun juga menyeramkan disaat bersamaan.

 Semua orang yang beraktivitas mulai pulang kerumah masing-masing. Kecuali Niki yang berlari mencari Shion, sahabatnya sekaligus tetangganya. Tadi ibu Shion menelponnya, bertanya Shion ada dirumahnya atau tidak. Tentu saja dia menjawab tidak ada karena sejak pulang sekolah ia tidak bertemu Shion.

“Nik, kamu mau kemana?”

Niki yang kaget tersedak sedikit kesamping. Ia menatap kearah mobil yang berhenti disampingnya,kaca jendelanya terbuka menampakan jelas si pengemudi. Itu Jino dan ada Shogo dikursi samping kemudi.  Ia tidak menjawab, ia malah mempercepat langkahnya.

‘Kamu mau kemana? Biar saya antar”. Niki langsung menoleh.” M-makasih, bisa antar saya kesekolah”. Jino mengangguk, berbeda dengan Shogo yang berdecak pelan. Niki  tersenyum, lalu membuka pintu belakang dan masuk duduk didalam. Setelah ia menutup pintunya, Jino segera melajukan mobilnya. Suasana hening ketika Niki ikut bersama mereka, Niki diam sambil menggigit bibir bawahnya kwahatir.

“Nik, ngapain kesekolah?”

“Shion belum pulang, saya takut terjadi apa-apa sama dia”

Begitu jawaban Niki sebelum keheningan melanda mereka lagi. Hanya ada suara mesin serta petir dari langit yang tandanya sebentar lagi turun hujan. Dari duduknya Niki mendadak gelisah. Pandanganya bergerak tak beraturan, mulutnya menggumankan beberapa kalimat, kedua tanganya mencengram erat jaketnya. Dadanya bergemuruh ketika satu pengheliatan muncul begitu saja. Matanya yang bergerak tidak beraturan itu mendadak berhenti karna Jino yang tiba-tiba menginjak rem mendadak sehingga badannya agak terlempar sedikit kedepan. Ia melihat Shogo marah kepada Jino karna jidatnya terantuk dashboard mobil.

“Sorry, tadi ada yang lewat,”

Tiba-tiba, Niki membuka pintu mobil dan berlari keluar. Ia terlihat seperti mengejar suatu jauh di depannya. Jino memanggilnya tapi ia tidak peduli, tujuannya ada didepan mata.

“Shion, kamu kenapa? Kenapa muka kamu banyak sayatan kayak gitu?”

Shion menangis lalu memeluknya. Bisa niki rasakan sahabatnya sangat ketakutan. Shion bilang, setan itu menginginkan nyawanya. Niki membulatkan matanya terkejut. ia melepas pelukan Shion dan menatap kedua netral gelap sahabatnya itu lekat-lekat.

Niki kembali merasa bersalah, dia menggap semua ini terjadi karna dirinya.

“Hiks hiks hiks”. Niki dan Shion saling pandang. Keduanya serentak bergidik ngeri sembari menoleh kesebuah pohon besar yang ada di samping kanan niki. Tangisan itu kembali terdengar, kali ini lebih menyeramkan. Suara itu meminta pertolongan  dan kemudian tertawa. Selama beberapa saat keheningan melanda mereka. Shion yang merasakan hawa disana semakin tidak enak, menarik Niki untuk pergi. Namun Niki menolak, dia tahu siapa atau sosok apa yang menakuti mereka malam-malam.

Dengan segenap keberanian, Niki melangkah kakinya maju, menuju siapa yang ada di balik pohon. Semakin dekat, jantungnya semakin berdeguk kencang. Niki meneguk selivanya takut ketika melihat sesosok perempuan sedang menangis. Sesosok perempuan tersebut memeluk kedua lututnya yang ditekuk dan menyembunyikan wajahnya dengan rambut panjangnya yang terurai bebas. Angina malam berhembus pelan, membuat hawa disana semakin tidak enak. Lampu jalan mendadak mati nyala mati nyala, disusul berhentinya tangisan sosok tersebut. “S-shion, la-lari” pinta Niki gemetaran seraya melangkah mundur. Belum sempat mereka berlari pergi, sosok perempuan tersebut menolehkan kepalanya. Ia menoleh dengan kaku, suara patahan tulang yang mengilukan telinga. Angin yang berhembus menerpa rambutnya dan membuat wajahnya terlihat jelas. Seketika, Shion membelakkan matanya terkejut.

“Dia setan yang mau nyawa saya tadi, nik”

“Kebetulan, kamu ada disini, Niki. Hihihi”

Setan tersebut terkikik dengan suara melengking. Kepalanya berputar 360 derajat dengan cepat. Dia tertawa senang melihat Shion dan Niki yang ketakutan. Begitu kepalanya sudah kembali menghadap ke depan, dia terbang dengan cepat kearah Niki dan masuk kedalam tubuhnya. Dengan nafas tertahan, Shion melangkah mundur ketika Niki berbalik menatapnya. Kedua matanya berwarna putih, tanganya bergerak menunjuk Shion.

“Sebelum saya ambil nyawa teman kamu, saya ambil nyawa kamu juga, ya. Hihihi!”

“ARGH!”

Keesokan harinya, Niki sekolah seperti biasa. Dia tidak mengingat apa yang terjadi pada dirinya dan Shion semalam. Ingatan terakhirnya hanya saat ia dirasuki oleh setan perempuan itu, kemudian gelap tidak ada lagi yang ia ingat. Dia menghela nafas, berjalan pelan dikoridor. Apa yang harus dia lakukan? Dia tidak ingin orang lain terseret masuk kedalam masalahnya dan berakhir menjadi korban. Apakah dia harus menyerahkan diri kepada mereka?

“Heh orang gila”. Niki yang sedang mencuci tangan sembari menatap wajahnya dicermin toilet menoleh kepalanya. Sesaat kemudian, dia kembali menghadap cermin untuk mencuci muka, mengabaikan orang yang baru saja memanggilnya. “Pantesan aja kamu dipanggil orang gila, saya yakin orang tua kamu juga gila”. Rahang niki mengeras, tangannya menggenggam erat pinggiran wastafel, berusaha menahan emosinya. Niki memutar keran, mematikan air yang mengalir. Kemudian dengan datar dia berbalik menatap siswa laki-laki yang berjalan menghampirinya. “Kamu itu hama, orang gila”

Niki tidak peduli, ia berjalan melewati siswa laki-laki itu, yang tak lain adalah Shogo. Shogo menarik kerah baju Niki, hingga jarak mereka lebih dekat satu sama lain. Bukannya takut, Niki malah semakin terseyum sinis. Shogo semakin mempererat  cengkraman dikerah baju Niki, sampai-sampai Niki meringis karna sedikit tercekik. Niki tersenyum miring melihat Shogo yang semakin terbakar api amarah. Tanpa aba-aba Niki didorong hingga membentur dinding dibelakangnya. “Denger ya, saya bisa kapan aja nyuruh setan-setan itu ambil nyawa kamu”. “Jangan-jangan kamu yang ngirim mereka buat ambil nyawa saya?!” Tanya Niki terkejut. Bukannya menjawab, Shogo tersenyum miring. Tangan kanannya bergerak merogoh saku almamaternya dan mengeluarkan sebuah pisau lipat. Niki terbelak kaget melihatnya. Dengan mata berkilat emosi, Shogo mengacukan pisaunya kedepan wajah Niki. Tanpa aba-aba Niki langsung mendorong Shogo hingga jatuh tersungkur ke lantai. Kakinya bergerak cepat melangkah ke pintu toilet yang dikunci oleh Shogo menggunakan sapu. Tapi dengan cepat Shogo bangkit dan langsung menarik pundak Niki untuk membuatnya mundur. Brak!

Pintu toilet tiba-tiba terbuka dan terbanting dengan keras. Dua orang yang berusaha mendobrak pintu terkejut melihat apa yang terjadi didalam. Plak!

Semuanya diam. Keadaan langsung berubah hening ketika Jino menampar Shogo hingga menimbulkan bunyi yang menggema disana. Jino terlihat marah, Niki melihat itu dengan jelas. Dia mengambil alih pisau lipat yang di genggam Shogo, kemudian mengangkatnya penuh emosi.

“Ini saya sita, kamu ikut saya ke Bk. Saya bakal laporin ini ke wali kelas kamu dan saya yakin setelah ini kamu bakal di skors. Oh, atau mungkin dikeluarkan dan saya gak mau bantu apa-apa, karna kamu sudah kelewatan batas”. Jino segera membawa Shogo ke BK. Beruntung saat ini adalah jam plajaran, jadi tidak ada yang melihat atau mengetahui kejadian tadi. Disinilah tersisa niki dan siswa laki-laki yang notabenya lebih tua darinya bername tag Hazen. Laki-laki itu menatapnya dingin, kemudian pergi begitu saja. Niki menghela nafas, meninggalkan toilet untuk kembali ke kelas. Pagi ini Niki memutuskan untuk berjalan-jalan. Ia tersenyum, menambah kesan tampan diwajahnya. Itu tidak berlangsung lama, tanpa sadar tungkainya membawanya menuju taman rumah sakit. Ia terkejut, traumanya kembali datang. Trauma akan rumah sakit, karna dulu ia hampir menjadi korban pengambilan organ tubuh secara ilegal. Dia mencoba menenangkan dirinya,tak singaja ekor matanya menatap seseorang yang terkapar di bawah pohon. Dia berlari untuk melihat jelas siapa orang itu dan ternyata adalah Jino. Ia terkejut, keadaan jino sangat mengenaskan. Matanya melotot dan lidahnya yang menjulur keluar, di dada dan perutnya terdapat lubang besar Yang mengeluarkan darah, dengan organ dalam yang menghilang. Karna menjadi orang pertama yang menemukan jasad Jino, Niki dituduh menjadi dalang dari pembunuhan itu. Sampai akhirnya Shogo menunjukan rekaman video yang tadi malam dia rekam. Di dalam video tersebut, ada laki-laki yang tak lain adalah Shion. Shion terlihat mengobrol dengan Jino.Tak lama kemudian, Shion membunuh Jino dengan cara menusuk-nusuk perutnya hingga bolong dan mencongkelnya keluar semua organ bagian dalamnya. Setelah itu, video selesai.

Niki syok, begitu pula dengan Shion. Niki tahu itu bukan perbuatan Shion, dia ingin membelanya tapi bukti yang Shogo punya sangat kuat. Dia tidak bisa berbuat apa-apa. Sampai akhirnya Shion di tetapkan sebagai tersangka dan harus mendekam di penjara.“s-shion, maaf”

Yang diajak berbicara hanya diam tak bersuara dipojok ruangan. Niki memegang erat jeruji besi di depannya, lalu menunduk kepala. Isakan kecil keluar dari mulutnya. Dengan kepala tertunduk, dia berusaha menyembunyikan wajahnya yang sudah banjir air mata. Dia menyesal, kenapa dia tidak membela Shion? Shion sahabatnya, dan dia tahu bahwa Shion tidak mungkin melakukan semua itu.

Shion menoleh, menatap datar Niki.” Sahabat macam apa kamu? Temennya gak salah malah diam aja. Gak nyangka saya, kamu butuh saya disaat kamu susah”. Niki menghembuskan nafas dalam, mencoba mengatur dirinya. “Maaf, ion. Saya gak bisa apa-apa, video itu udah buktiin kalau kamu pembunuhnya. Tapi saya tau kok bukan kamu yang lakuin itu.”

“Terus kenapa kamu diam aja?!”

“Karna kamu dirasukin setan itu, Ion. Polisi gak bakal percaya hal semacam itu, sekalipun saya sudah jelasin berkali-kali.”

Ke esokan harinya, Niki terkejut dengan kedatangan Hazen. Hati niki seperti tersayat pisau ketika mendengar kabar bahwa sahabat lamanya itu terpaksa dibawa ke rumah sakit jiwa karena ulahnya di kantor polisi kemarin. Hazen bilang bahwa Jaan terus mengoceh kalau Shogo adalah pelaku di balik semua pembunuhan yang dilakukan oleh setan.Tapi sayangnya, tidak ada yang percaya pada Jaan.  Shion? Dia bebas karena bukti yang dibawa Jaan saat itu, bukti berupa video saat Shion mulai dirasuki setan perempuan itu. Dia bebas, tapi kini malah Jaan yang dikurung di rumah sakit jiwa. “Jaan?”. Jaan tersenyum kearahnya sambil melambaikan tangannya dengan riang. Dia terus bertanya apakah Shogo sudah di penjara, niki tersenyum miris melihatnya. Kemudian dia menatap perawat yang mengantarnya tadi, meminta agar meninggalkan mereka berdua. Perawat itu mengiyakan memberinya waktu 20 menit kepada Niki. Ia mengangguk. Saat perawat tersebut pergi, niki menutup pintu kamar yang menjadi ruangan dimana Shion berada sekarang.

“Ya elah, kamu gak usah sedih gitu napa. Saya gak gila”

Niki mengerjap-ngerjap matanya bingung “kamu makin parah ya? Kayaknya saya harus panggil dokter.”

“Kamu panggil dokter, saya bakal musuhin kamu seumur hidup.”

Niki langsung bungkam, mana mau Jaan menjadi musuhnya sampai dia meninggal nanti. Jaan menyuruhnya mendekat, Niki meneguk salivanya tegang, dia ragu, dia takut kalau Jaan tiba-tiba tertawa tidak jelas atau bahkan melakukan hal lain. “Ck, sini. Kamu bakal nyesel kalau gak dengerin saya”. Akhirnya Niki mengangguk pasrah. Dia menghampiri Jaan dan berdiri beberapa jarak didepannya. Jaan memberitahu padanya bahwa dia mempunyai bukti kuat kalo Shogo pelaku di balik semua ini. Dia memata-matainya bahkan sampai kerumahnya. Dan hebatnya, dia juga merekam semuanya.  Niki terkejut, dia tidak menyangka kalau Jaan senekat itu dan juga---jenius?

Jaan mengirim semua itu kepada Niki, ia meminta untuk jangan kirim dulu ke polisi. Dia harus mengusir setan-setan itu dulu.

“Ja, kenapa kamu ngelakuin semua ini?” Niki bertanya dengan suara gemetar.

Jaan tersenyum tulus kearahnya. “Saya ngelakuin semua ini karna kamu teman terbaik saya, Niki. Kamu sudah saya anggep sebagai adik saya sendiri. Saya bakal jagain kamu, dari apapun walaupun nyawa saya taruhannya.”

Niki tak mampu berkata-kata. Jaan masih menganggapnya sebagai adiknya? Bukan mantan temannya? Astaga, rasanya Niki ingin menangis saat ini juga. Niki memeluk Jaan erat, pipinya sudah basah oleh air mata. Dia sangat merindukan sikap hangat sahabatnya yang sudah dia anggap sebagai kakaknya. Dulu dia sangat akrab dengan Jaan, sampai dikira saudara oleh orang-orang. Jaan sangat baik kepadanya, dia benar-benar memperlakukan Niki layaknya adiknya sendiri. Niki yang ditinggal pergi oleh kedua orang tuanya merasa bahagia. Tapi saat dia berusia 15 tahun, Jaan kecelakaan. Orang tua Jaan menyalahkannya, mereka bilang kalau niki anak pembawa sial. Mereka ngira kalau setan-setan di tempat dia kecelakaan tidak suka dengan Niki yang anak indigo dan malah Jaan yang jadi korban. Semenjak itu, Niki memilih untuk tidak ketemu Jaan lagi. Hatinya sakit untuk kesekian kalinya. Dari situ dia sudah tidak saling menyapa, bahkan menganggap bahwa mereka mantan teman, padahal jauh di hati Niki dia masih mau berteman dengan Jaan.

Tidak lama setelah kejadian itu, Shion yang merupakan sahabat baiknya sejak kecil balik dari korea. Dia bilang, dia bakal selalu ada buat dia. Orang tuanya juga menganggap Niki sebagai anaknya, bahkan mereka mau mengadopsi Niki yang tinggal sebatang kara. Tapi niki menolak, dia tidak ingin merepotkan orang tua sahabatnya. Dia masih punya saudara yang lain yang mengurusnya, walaupun hanya memberikan uang bulanan tanpa berniat mengunjungi dia.

“Nik,saya minta satu hal ke kamu.” Niki melepas pelukannya, dan menatap kearah Jaan.

“Saya minta kamu bahagia, kamu bahagia saya juga bahagia. Kamu bisa janjikan? Ini permintaan terakhir saya.”

“Permintaan terakhir? Maksudnya apa?!”

Dan Jaan hanya tersenyum membalasnya.

Keesokan harinya Jaan ditemuka tewas dengan keadaan perut terbuka dengan organ dalam yang menghilang, dan bibir yang sobek sampai ke telinga. Niki menatap kedepan dengan pandangan kosong, tidak lagi sorot kehidupan disana. Bibirnya terkatup rapat, tak ingin mengeluarkan sepatah katapun. Ini semua salah dirinya, seharusnya dia menyerahkan dirinya kepada mereka agar tidak ada yang menjadi korban. Ia menghela nafas, ini semua bermula 2 bulan yang lalu, ada dua setan yang mengganggunya dengan membuat suara bisikan, dimanapun dia berada. Mereka mau nyawa Niki. Karena dulu, niki pernah dibawa ke rumah sakit yang mengambil organ tubuh secara ilegal. Ternyata rumah sakit itu adalah tempat persembunyian para penyembah setan, mereka selalu membawa orang setiap satu tahun sekali. Tapi karena Niki berhasil selamat, setan-setan itu marah dan bakal ngicer Niki sampai mereka berhasil. “Nik,”

Mendengar ada yang memanggil, Niki menolehkan kepalanya. Dia hanya diam menatap seorang laki-laki yang berdiri di sampingnya dengan ekspresi datar.

“Kamu masih mau hidup?”

Niki tidak menjawab, pertanyaan macam apa itu?

“Kalau kamu masih mau hidup, saya bisa bantu kamu”

Hidup, ya. Dia berpikir sejenak, ingatannya mengarah pada permintaan terakhir Jaan. Jaan memintanya untuk bahagia, dia juga tidak ingin Shion sedih. Ia menghela nafas.  Menatap Hazen, kemudian mengangguk.

“Tapi ada syaratnya.”

Niki yang awalnya diam, menjadi heran.” Apa syaratnya?”

“Kamu harus bunuh saya setelah saya berhasil ngusir setan-setan itu.”

“Haha! Muka kamu tegang banget sih, saya Cuma bercanda.”

Niki menganga, Hazen kenapa tiba-tiba mau bercanda dengannya ya. Kesambet setan apa sih dia.

“Saya tahu kok selama ini saya salah karena gak bertindak, maaf ya, Nik.”

Niki hanya diam karena masih tidak menyangka Hazen yang selama ini di kenal datar ternyata orang yang baik juga. Astaga, Niki bahagia.

Niki mengeratkan jaket kulit hitamnya, disampingnya ada Shion yang sedang menggendong tas berisi barang-barang yang di perlukan nanti, seperti p3k, ponsel, senter dan lain-lain. Niki menatap rumah kosong di depannya. Disana banyak sekali mata menatap mereka, tetapi hanya Niki yang dapat melihatnya.

“Cepet banget nyampenya.”

Mereka berdua menoleh kepala melihat Hazen berjalan santai menghampiri mereka dengan senyuman. Melihat wajah hazen yang pucat, niki khawatir.

“Kita berdua aja gak apa-apa kok, kamu mending pulang aja, nanti sakit,” Shion mengangguk setuju dengan usulan Niki.

“Ayo masuk, jangan buang-buang waktu,” ajak Hazen mengabaikan perkataan mereka berdua seraya berjalan masuk kedalam rumah kosong terlebih dahulu.

Mereka berdua saling melempar padangan. Kemudian Shion berjalan menyusul setelah menyalakan senter yang dia bawa. Niki yang hendak menyusul terpaksa berhenti ketika ada suara seseorang yang memanggilnya dengan riang. Begitu berbalik badan, Niki melihat laki-laki berambut hitam yang tersenyum lebar hingga memperlihatkan gigi putihnya. Shogo,

Apa yang baru saja Shogo ungkapkan membuat Niki menganga tidak percaya. Shogo bilang bahwa dia baru pulang dari amerika. Jadi, siapa yang niki temui dari 2 bulan terakhir? Dan lagi Shogo bilang rumah yang ia datangi adalah rumah lama Hazen dan rumah tersebut banyak penunggunya. Niki yang sedang pusing tambah pusing. “Rumah lama Hazen? Kita kesini mau ngusir setan yang belakangan ini ganggu kita dan teman-teman kita yang lain. Katanya Hazen disini tempatnya, dan setan-setan itu sudah merenggut  nyawa 2 temen kita.”

“Setannya kayak gimana?”

“Yang satu tanpa badan, yang satunya perempuan.”

Bukannya terkejut, Shogo membeku. Sorot matanya memperlihatkan kecemasan yang luar biasa. Shogo menghela nafas, dia berkata setan itu yang dulu pernah membuat Hazen mati suri. Dan dua setan itu pernah di musnahin oleh ayahnya, dan mereka gak akan balik lagi kecuali dipanggi oleh tuannya.

“Berarti, mereka muncul lagi karena ada yang memanggil, buat bunuh kita? Dan siapa tuan mereka?”

“Hazen”

Niki memundurkan langkahnya sambil menutup mulutnya tak percaya. Dia berlari memasuki rumah kosong tersebut. “Shion! Kamu dimana?!” teriak Niki dengan panik. Sebenarnya dia takut, karena diana banyak sekali pasang mata yang menatapnya. Ada yang terlihat ingin mengganggunya, ada yang hanya sekedar menatapnya, dan ada juga yang ingin masuk ke dalam tubuhnya. Tapi Niki tidak peduli, dia harus menemukan Shion sebelum terjadi sesuatu terhadap sahabatnya yang satu itu. “Niki,” panggil seseorang dari arah depan.

Niki yang melihat Hazen datang sambil berlari menghampirinya langsung memasang posisi waspada. Hazen dengan nafas tersengal-sengal menunjuk-nunjuk arah dibelakangnya dengan tidak jelas.

“Shion lagi ribut sama orang yang mirip saya!”

“Saya gak bohong, saya takut! Orang yang mirip saya itu bawa pisau!”

“P-pisau?” Niki terkejut.

Tanpa aba-aba, dia langsung berlari meninggalkan Hazen yang berseru panik melarangnya pergi. Masa bodo dengan nyawanya, Shion harus selamat. Dia tidak mau ada korban lainnya, dia tidak mau ada meninggal hanya karena membantunya.

Kepalanya bergerak mencari dimana Shion berada, sampai akhirnya dia melihat sebuah pintu ruangan yang terbuka lebar. Begitu berada diambang pintu, bau anyir menyeruak keluar, membuat dirinya refleks menutup hidungnya. “Shion?” panggil Niki ragu, lalu melangkah masuk ke dalam.  Namun apa yang terjadi, kakinya mendadak lemas dan membuatnya jatuh tertunduk di lantai dengan tatapan tak percaya. Shion tergantung dengan tali yang melingkar di lehernya. Perutnya bolong, organ dalamnya hilang. Yang lebih mengejutkan lagi, mata Shion terbuka, namun tidak ada bola mata disana. “Gak, gak mungkin”. Niki menoleh kearah lain dan malah melihat mayat kedua temannya yang dalam kondisi tak layak. Tatapan Niki berubah kosong, namun air matanya mengalir di pipinya. Tangannya bergerak memukul lantai dengan berutal.

“Kenapa bukan saya yang mati?! KENAPA?!”

“Makanya, kalo mau berkorban jangan kelamaan.”

Dari arah pintu, Hazen datang dengan kedua tangan berada di dalam saku. Niki mendengarnya mendesis pelan lalu berdiri dan berbalik menatap Hazen.

“Kenapa?!Mereka kan temen-temen kamu”

“Teman? Saya gak punya teman, saya Cuma punya satu adik yang selalu ngerti perasaan saya.”

“Oh ya Shogo dia bantu saya. Dia yang ngejalanin tugas dari saya, salama saya pura-pura bertingkah seolah-olah bukan saya pelakunya. Karena Shogo adik saya.”

Ternyata Niki ditipu, Shogo bohong kalau dia baru pulang dari Amerika. Hazen tertawa, tertawa layaknya orang yang tidak waras. Alasanya dia tertawa adalah Niki yang meringkuk ketakutan di sudut ruangan sambil merancau tidak jelas. “Gak salah saya bawa dokter yang dulu nyiksa kamu dirumah sakit. Haha!”. Niki terus menggeleng kepalanya panik. Bayangan-bayangan kejadian dimana dia di siksa oleh dokter tersebut muncul di benaknya. Dimulai dari dirinya yang dikurung keruangan gelap, diikat, dipukuli, bahkan ditendang. Dokter tersebut bermain dengan pisau untuk mengancam Niki. Walaupun sudah di bius, Niki tetap bangun disaat dia akan dioprasi untuk pengambilan organ tubuhnya. Alhasil oprasinya gagal dilaksanakan.

“Dokter, bagaimana kalau anda merasakan apa yang Niki rasakan dulu.” Hazen menyeringai.

Dokter tersebut seketika terbelak kaget. Belum sempat dia membalas, tubuhnya mendadak diseret menuju ruangan gelap tak jauh dari sana. Pintu ruangan lansung tetutup, di susul teriakan kesakitan si dokter.

“Tolong, akh! Tolong saya, jangan robek kulit saja ARGH!”

Rancauan Niki semakin tidak jelas. Kalimat tersebut persis dengan apa yang dia ucapkan saat dirinya mengalami kejadian tersebut. Niki merasa dibawa kembali ke masa lalu.

“Nik, mau mati sekarang atau nanti aja?”

Niki mendongak, raut wajahnya ketakutan membuat Hazen senang.

“Nanti kalau kamu mati, kan kamu bisa ketemu temen-temen kamu. Tapi nanti mayat kamu saya gantung juga ya.”

Niki memperhatikan Hazen yang mendekat ke arahnya dengan sebuah pisau. Tiba-tiba Niki bangkit dan merebut pisau yang dipegang Hazen, kemudian menusuknya ke dadanya. Hazen terbatuk-batuk mengeluarkan segumpal darah dari mulutnya. Kemudian ambruk tak bernyawa. Senyuman Niki merekah, akhirnya semuanya berakhir. Pisau tersebut dibuang dengan asal, kakinya berlari dengan langkah lebar menuju pintu keluar.

Ini dia saatnya, dimana dia akan hidup bahagia tanpa gangguan setan-setan tersebut lagi. Air mata bahagia mengalir di pipinya, ketika pintu keluar sudah berjarak beberapa langkah darinya.

BRAK!

Tiba-tiba tubuhnya terdorong ke belakang. Ia jatuh tersungkur. Ia hendak berdiri, namun atap diatasnya mendadak runtuh menimpa tubuhnya. Tangan Niki gemetar, sebisa mungkin dia menyingkirkan reruntuhan atap yang menimpa tubuhnya. Dan akhirnya berhasil!

Sekarang hanya satu yang harus dia lakukan, keluar dari sana dan meminta pertolongan.

Ia merangkak, tubuhnya penuh luka, darah dimana-mana, tangan yang gemetar berusaha meraih gagang pintu yang tinggal beberapa jarak dengannya. Namun, sepertinya ada yang tidak ingin dia keluar, karna tiba-tiba badannya diseret menuju kegelapan dibelakangnya.

Dan semua itu, sama persis dengan mimpinya. Niki terbangun, nafasnya terengah-engah. Dia segera mengambil segelas air putih diatas nakas dan menghabiskannya dalam sekali teguk.Setelah merasa lega, dia meletakkan gelasnya, dia menatap jam dinding yang menunjukan pukul 5 pagi.

Tunggu sebentar.

“Loh, bukannya saya mati?!” pekik Niki kaget sendiri.

Niki meraba-raba badannya. Alhamdulillah tidak ada luka.

“Jadi yang tadi mimpi,gitu? Astaga, mimpi macam apa itu!” kesal Niki sambari beranjak bangun dari tidurnya.

Saat kakinya menampak lantai, hawa disana mendadak berubah drastis. Dia merasakan semilir angina menghembus ke tengkuk lehernya. Niki bergidik dan segera mengambil handuk dan pergi kekamar mandi. Dia harus segera ke sekolah, jangan sampai setan itu tertawa seperti yang ada di mimpinya. Niki menghela nafas, kelasnya masih sepi. Jadi yang dia lakukan hanya menatap langit gelap dengan gelisah. Firasatnya buruk.

“Kalian berdua ngapain?”

Niki menoleh dengan kaget. Dari ambang pintu, terlihat dua laki-laki sedang mengintip ke dalam dan ditegur oleh sahabatnya, Shion.

“Err mau cari temen kita. Tapi kayaknya belum datang” Ucap salah satunya, laki-laki yang memiliki wajah seperti orang Australia.

Niki seketika berdiri dari tempat duduknya, membuat kursinya berdecit dan menyebabkan ketiga orang disana menoleh ke arahnya. Ucapan, prilaku dan waktu sama persis dengan mimpinya. Niki menunjuk laki-laki yang hanya diam dengan raut wajah datarnya. “kamu pembunuh!pergi!”

“Woy, apa-apaan kamu!” bentak temannya tak suka

“Jino, Shogo itu pembunuh! Dia kerja sama sama kakaknya buat bunuh kita semua!”

Laki-laki itu terkejut.” Dari mana kamu tahu nama saya? Dan kamu jangan asal bicara, orang aneh”

“Tolong percaya sama saya, dia itu licik!”

Niki langsung menghampiri Shogo, mengabaikan Jino dan Shion yang malah berkelahi.

“Kamu pergi sekarang,” perintah Niki penuh penekanan.

Shogo sempat terkejut. Tapi, mendadak menyeringai.” Hehe, gak semudah itu. Orang-orang gak akan ada yang percaya sama kamu. Jadi selamat menunggu kematian kamu, Niki.”

Niki membeku, menatap Shogo yang pergi begitu saja meninggalkannya. Namun tak singaja Niki melihat setan yang ada di mimpinya menatapnya dari balik dinding.

“Kamu tidak bisa mengabaikan saya, Niki. Hihihi!”

 


Bagikan ke:

Apa Reaksi Anda?

0


Komentar (0)

Tambah Komentar

Agenda Terbaru
Prestasi Terbaru