Detail Opini Siswa

Opini / Siswa / Detail Opini Siswa

  AKU DISINI

Admin Sabtu, 26 Februari 2022 19:45 WIB 0 Komentar

   AKU DISINI

Oleh

Adelia Ananda

SMA Negeri 1 Terara

 

Bandung sore ini sekarang sedang hujan deras, rintik-rintik hujan berlomba- lomba jatuh ke bawah tanah yang sekarang sudah sangat lembap dan yaa ini adalah salah satu suasana terfavorit di Bandung. Kata banyak orang hujan itu adalah spot yang paling bagus untuk merenung dan menumpahkan semua kesedihan. Tapi tidak bagi seorang lelaki berusia 19 tahun yang sedang beradu guyonan bersama teman-temannya di sebuah warung dekat kampus, warung Abah namanya. Ya lelaki tersebut sekarang sedang menekuni kuliahnya di bidang IT atau lebih di kenal Teknik Informatika. Katanya sih dia memilih bidang ini karena ingin menjadi seorang hacker, tidak masuk akal memang. 

Tiba-tiba dering telepon berbunyi, drtt…drtt...drtt… Mendengar itu lelaki tersebut langsung mengangkat nya dengan wajah malas setelah melihat nama yang tertera di sana.

“Haikal, tolong jemput Teteh dong hujannya deres banget nih” Ucap seorang perempuan di seberang sana yang tidak lain adalah Kakak kandungnya, Rere Soedrajat. Ya nama lelaki tersebut adalah Haikal, Haikal Soedrajat, seorang yang selalu ceria dan ramah tapi tidak dengan Kakaknya, dia seperti itu sejak Ayah dan Ibunya meninggal dunia 6 tahun lalu.

“Bisa cari taxi ga si? Haikal sedang sibuk” Balas Haikal dengan nada malas. “Dari tadi ngga ada de-“ tut… Haikal langsung mematikan sambungan teleponnya.

“Jemput aja kal masa lu gini terus sama Kakak lo, kasian dia” sahut Mahen temannya. “Kalau ga mau sini gue aja” balas temannya di sebelahnya bernama Jamal. “Ga usah modus ya lo, gua bisa byee” balas Haikal. Ia pun mengambil kunci motornya di meja makan dan tidak lupa ia mengenakan jaket jeans serta helm. Ia pun mulai melajukan si kuning motor vespa berwarna putih kesayangannya. “Dihh si Haikal mah sok jual mahal ye” sahut Jamal. “Diem lu mal, kita tidak boleh sirik sebagai manusia” balas Mahen.

Derasnya hujan membuat seorang perempuan cantik berambut sebahu berumur 23 tahun kedinginan sendirian dibawah halte bus yang sepi. Hujan yang disertai angin seolah-olah menusuk kulit perempuan tersebut yang hanya memakai kemeja kerja dan rok hitam di bawah lutut.

“Duhh Haikal mana ya?” kata perempuan tersebut.

Jika kalian menebak itu Rere, yupss kalian benar. Dari kejauhan akhirnya Rere bisa melihat adik yang ditunggunya dari tadi. Ia menghela napas lega, untung saja adiknya menjemputnya kalau tidak ia juga bingung mau minta jemput ke siapa.

“Cepat naik, Haikal buru-buru jangan jadi beban gue mulu” panggil Haikal dengan nada yang tidak bersahabat. Rere hanya bisa menghela napas melihat kelakuan adik nya. Ia pun segera naik ke motor nya.

“Dek kamu punya helm satu lagi ga?” kata Rere. “Gausah manja naik aja cepet” balas Haikal dengan nada ketus. “Iya sebentar” balas Rere. Memberikan helm untuk Rere saja enggan apalagi menawarkan jaket untuknya yang sangat kedinginan dari tadi. Rere pun hanya pasrah melihat tingkah adik nya dan langsung menaiki motor adiknya. Haikal melajukan motornya dengan kecepatan di atas rata-rata di bawah derasnya hujan tanpa mempedulikan Kakaknya yang menegurnya sedari tadi.

“Dek pelan-pelan, ini hujan deres banget loh Teteh takut…” kata Rere dengan nada cemas.

“Santai aja kali” balas Haikal tidak peduli. Haikal terus melaju cepat menerobos derasnya hujan, sampai akhirnya ia tidak menyadari sebuah mobil melaju cepat dari arah kirinya.

Dan…”Aaaaaaa awas dek!!” teriak Rere histeris, BRUKKK…..terlambat, Haikal terlambat menyadarinya.

Mereka berdua pun terpental dan mobil yang tadi seakan tidak peduli dengan kejadian baru saja tejadi. Hujan deras di sertai angin, hanya itu yang tersisa, jalanan terlihat sangat sepi tanda tidak ada orang untuk meminta bantuan. Untung saja Haikal mengenakan helm jadi ia masih mempunyai kesadaran walaupun hanya tinggal sedikit.

“Tehh…teteh..teteh dimana” panggil Haikal dengan nada lemah, hujan yang begitu deras menghalangi penglihatan Haikal yang mulai sayup-sayup. “TEHH…jawab Haikal hiks, tetehh” isak Haikal. “Teteh maafin Haikal maaf…Teh…di..dimana” bruk… panggil Haikal untuk terakhir kali dan akhirnya ia tak sadarkan diri. Pelipis yang bercucuran darah, baju urak-urak an, siku yang sobek akibat licinnya jalanan sore itu. Begitulah keadaan yang tergambar sekarang dalam dirinya. Nasib yang malang untuk Haikal.

***

 “Ughh…”

 “Akhirnya sadar juga lo” ucap Mahen. “Gue dimana” tanya Haikal bingung. “Pake nanya lagi lo, ga liat apa lo di rumah sakit, pliss jangan pura-pura bego ye” ucap Mahen dengan nada ngegas. Karena masih pusing dengan kepalanya yang terasa sakit, Haikal mengabaikan ocehan Mahen. “Henn…” panggil Haikal pelan. “Gue disini udah berapa lama?” ucap Haikal. “Ooh baru 2 hari yang lalu“ jawab Mahen. “Dann bagaimana lo tau gua disini?” ucap Haikal. “Bawel juga lu, ya gue tau lah soalnya lu masuk berita… keren banget gat uh” jawab Mahen. “Terus Teteh gue dimana? Ruang sebelah kan?” ucap Haechan dengan nada cemas. “Soal itu…ma..maaf Kal dia..… udah ga ada” jawab Mahen pelan. Degg…muka yang pucat semakin pucat mendengar kabar tersebut. Ia tak tau harus bereaksi seperti apa, ia hanya bisa tertegun mendengar kabar tersebut. Ia tak tau, bingung, sedih, semuanya terasa campur aduk. Semuanya… terasa begitu cepat untuknya. “Oh iya kal, maaf banget Teteh lu udah di makamin 1 hari yang lalu. Tapi tenang aja kok ntar gue sama temen-temen yang lain bakal temenin lo ziarah ke makamnya” ucap Mahen mencoba menghibur. “Makasi hen, tapi ga usah gue bisa sendiri. Tolong tinggalin gue bentar ya, gue mau sendiri” jawab Haikal dengan wajah tanpa minat. Sekarang ia tak tau harus berbuat apa. Semua…salahnya. Dan sekarang ia sebatang kara.

***

Sudah 5 hari sejak kematian Kakaknya, Rere. Dan sejak itu pula Haikal belum pernah berkunjung ke makamnya. Kalau ditanya mengapa, jawabannya adalah karena ia masih takut dan tidak berani. Tapi untuk hari ini ia ingin memberanikan diri untuk mengunjungi makam Kakaknya nya, ia tidak mau tetehnya sedih di atas sana.

Gundukan tanah masih terlihat basah asri dengan nisan terpampang nama Rere Soedrajat, kakak nya. Nisan itu Haikal tatap lekat. Haikal pun berlutut dihadapan gundukan tanah yang masih basah. Ia tak memperdulikan celananya menjadi kotor karena tanah. Dalam hening ia berdoa, dalam hening pula air matanya kembali mulai menetes tanpa bisa di tahan. Do’a terucap pada Tuhan agar sang Kakak mendapat ketenangan di alam sana, agar sang Kakak memaafkan dirinya yang memang tidak bisa di sebut sebagai adik yang baik.

“Assalamualaikum Teh… ini Haikal” ucap Haikal di hadapan makam basah itu.

“Teh… maafin Haikal Teh…”

“Maaf…”

“Haikal yang buat Teteh sekarang ada di dalam tanah ini. Ini semua gara-gara Haikal Teh” Haikal menangis menyalahkan dirinya sendiri

“Ahh Haikal lupa, Teteh di sana pasti ketemu Ayah sama Ibu kan? Bilangin Haikal di dunia sendirian sekarang” ucap Haikal bermonolog sendiri. Badannya mulai bergetar hebat merasakan sepi dan kehilangan di relung hati dan hidupnya.

“Haikal mau nyusul Teteh, Ayah, sama ibu aja ya”

“Haikal gamau sendirian di sini”

“Teh…”

“Teteh bilang bakal selalu nemenin Haikal?”

“Teteh bilang, mau liat Haikal make Toga?”

“Teh… Haikal ga bisaa…”

“Siapa bakal Haikal jemput lagi?”

“Siapa yang bakal buatin Haikal ayam kesukaan Haikal lagi Teh?”

“Haikal sendirian…sekarang Haikal bener-bener sendirian di dunia ini” ucap Haikal masih bermonolog di depan gundukan tanah tersebut.

Ia pun menaruh bunga Tulip putih kesukaan Kakaknya diatas gundukan tanah tersebut.

“Haikal pamit ya Teh?, kapan-kapan Haikal bakal sering sering kesini lagi” ucap Haikal. Lalu ia pun melangkah pergi meninggalkan daerah pemakaman.

Tanpa di sadari oleh Haikal seseorang di bawah sana mendengar semua yang ia ucapkan.

“Apa kau masih mempunyai cerita yang belum usai Rere?” ucap seseorang yang entah dimana yang membuat Rere bingung.

“Siapa itu?” balas Rere bingung.

“Kau tak perlu tau siapa aku, dan jawab pertanyaan ku sekarang Rere Soedrajat!” ucap orang tersebut

“Iya, kau benar” balas Rere

“Dan jawab pertanyaan ku yang ini, apakah kau ingin bertemu dengan kedua orang tua mu atau kembali bersama adikmu?” Pertanyaan yang membuat Rere langsung menjawab yakin.

“Bersama Adikku, dia sendirian” balas Rere lantang.

“Hanya tiga hari, adik mu juga tidak akan mengenalimu karena kau kembali dengan tubuh orang lain”

“Apa maksudmu?” tanya Rere tidak mengerti.

“Selesaikan urusanmu di dunia dengan adik mu. Waktu mu hanya tiga hari, kau akan kembali ke dunia dengan wujud orang lain-“ suara itu terjeda. “Pastikan urusan mu selesai dalam tiga hari. Dan pastikan adik mu tidak mengenalimu sebelum hari ke tiga.”

Lalu suara itu hilang dan lenyap.

Selang beberapa detik sebersit cahaya yang sangat terang membuatnya menutup mata. Dan… wow sekarang ia berada pada tubuh seorang wanita cantik berambut panjang coklat dan dengan mata berwarna coklat pula, kulitnya sangat mulus dan bersih. Cantik.

Oke! Jadi hari ini hari pertama Rere untuk mencoba mendekati adiknya, ia tidak tau harus berbuat apa. Tapi lanjut sajalah, daripada tidak sama sekali kan. Step pertama adalah Rere harus ke kampus terlebih dahulu, dan untung saja badan wanita yang ia tempati adalah mahasiswa yang kampusnya sama dengan Adiknya Haikal. Di pagi hari yang cerah di kediaman keluarga Soedrajat, terlihat seorang lelaki yang sedang terburu-buru memasang bajunya.

“Woi Kal!!Cepetan ini udah jam 8, kelas gue bakal di mulai 30 menit lagi nih!!” teriak Eros teman Haikal yang kerjannya selalu ngegas tapi untungnya orangnya baik untuk di manfaati.

“Yaelah sabar gue ambil tas duluuuuu” balas Haikal dengan teriakan juga.

“Lama banget lu, udah nebeng gatau diri lagi” ketus Eros setelah melihat Haikal sudah keluar dari rumah.

“Yaelah kita kan bestie, kuy cabut” balas Haikal santai.

Setelah itu mereka pergi ke kampus dengan menggunakan motor butut Eros. Kalau ditanya mengapa ia tidak membawa motor, itu karena ia masih trauma untuk menggunakannya sejak kejadian itu. Dilain sisi seorang perempuan berambut coklat panjang di ikat, sedang kebingungan mencari cara untuk mendekati seorang laki laki yang sedang duduk santai di halaman belakang kampus yang katanya si terkenal angker. Perempuan itu tidak lain adalah Rere dan laki-laki tersebut adalah Haikal. Rere mulai mendekati Haikal hanya dengan berbekal buku novel yang tidak sengaja ia temui di toko saat berjalan menuju ke kampus, yaa bisa di bilang ia adalah maniak novel terutama novel yang berbau fantasi.

“Hii…Haikal” sapa Rere.

“Oh hai,apa?” balas Haikal yang lumayan kaget dengan keberadaan gadis di depannya ini. Bagaimana tidak kaget, rambut sepinggangnya terlihat seperti mbak kunti.

“Kenalin aku maba, namaku… Seha” jawab Rere yang sempat bingung memilih namanya.

“Terus…” balas Haikal.

“Anu ituu..mmm apa ya” terlihat Seha bingung ingin bicara apa.

“Anu apa, cepet gue laper” balas Haikal.

“Ini di suruh ka Jon buat minta tanda tangan Kakak.” Jawab Seha random, sebenarnya ia juga tidak tau harus bicara apa ke sang adik jadi yaa begini. Seha pun menyodorkan novel yang di bawanya tadi ke Haikal. Haikal pun menandatangani novel tersebut.

“Udah ya, gue cabut” balas Haikal, ia pun pergi menjauhi Seha yang menatapnya termenung. Ternyata adiknya yang semula terlihat gembul sekarang malah terlihat kurus. “Huhh… maafin Teteh ya Kal ga bisa ada buat kamu” ucap Seha menghela napas panjang.

***

Hari sudah pukul 13.00, di sebuah parkiran kampus ia tengah menunggu sang tebengan yang sedang ada rapat organisasi. Memang sok rajin si Eros, di antara teman-temannya hanya dia yang rajin mengikuti organisasi, yang lain mah Cuma mahasiswa kupu-kupu. Sudah 30 menit Haikal menunggu Eros yang tidak memberi kepastian. Huhh…sangat merasa sangat bosan dan lapar…lagi. Tidak jauh dari tempat parkir ia tidak sengaja melihat maba yang ia temui tadi siang sedang memasang helm bersiap untuk pulang.

“Woi Seha!” teriak Haikal.

Seha yang kaget langsung menoleh ke belakang melihat Haikal menuju kepadanya.

“Iya, ada apa Ka?” panggil Seha, sebenarnya ia agak geli memanggil adik nya sebagai ‘Kakak’ tapi mau bagaimana lagi.

“Makan yuu gue laper” ucap Haikal spontan.

“Haa? Tiba-tiba” balas Seha.

“Iya tiba-tiba, emangnya kenapa?” ucap Haikal tidak tau diri.

“Ga ada si, ayoo mau makan apa Ka?” balas Seha.

“Yaelah panggil aja Haikal, mie ayam yuk! Oh iya sekalian gue nebeng ya” ucap Haikal dengan tidak tau diri lagi. Seha hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah adiknya.

“Ayo aku ngikut aja” ucap Seha.

“Eh lu yang di depan gapapa kan, gue takut” ucap Haikal menggaruk belakang kepalanya tidak enak.

“Takut?” tanya Seha.

“Gue takut bawa motor” jawab Haikal

Terus?” balas Seha.

“Lo yang bawa ya?”

“Oke” balas Seha, ngomong-ngomong sejak kapan adiknya menjadi penakut seperti ini?

Mereka pun melaju ke arah sebuah warung mie ayam hasil rekomendasi dari Seha. Setelah sampai merekapun langsung memesan mie tersebut.

“Kamu tau ga warung ini, warung mie ayam favorit adik ku” ucap Seha tiba-tiba.

“Woah beneran? Lu tau ga sebenarnya ini juga warung favorit gue juga” balas Haikal.

“Wah kebetulan banget ya, ngomong-ngomong aku traktir ya” ucap Seha pura pura tak tau.

Mendengar itu wajah Haikal berseri-seri. Pesanan pun datang.

“Ini mas mba, pesananya” ucap pemilik warung.

“Makasi mas” balas Seha.

“Kok mie nya tiga, yang satu punya siapa?” tanya Haikal heran, tidak mungkin kan seorang gadis mungil di depannya memakan dua mie sekaligus.

“Maaf aku kebiasaan pesen lebih buat adik aku, kamu makan yang dua ini aja ya” ucap Seha.

“Wah tau aja gue laper” balas Haikal.

Dengan semangat Haikal mengambil botol cuka di depannya agar rasa mie lebih enak.

“Eitss... kamu udah makan nasi dulu belum?” tanya Seha tiba-tiba.

“Belum, emangnya kenapa?” balas Haikal.

“Heh ga boleh tau make cuka kalau belum makan nasi, ambil saus aja sana” suruh Seha.

“Hehe iya” jawab Haikal.

Mereka pun makan dengan khidmat. Tapi, tidak dengan Seha yang masih sibuk memisahkan suiran ayam dalam mangkuk mienya.

“Kamu mau?” tawar Seha kepada Haikal dengan sendok yang penuh dengan suiran ayam.

“Lo ga suka?” tatap Haikal heran.

“Aku...alergi ayam hehe” ucap Seha cengegesan.

“Mm oke sinii” ucap Haikal dengan sempat bingung sebentar.

Setelah itu mereka berdua makan dengan lahap, melihat Adiknya yang makan dengan lahap membuat hati Seha menghangat. Ternyata hari pertama tidak seburuk itu, dan sekarang ia hanya punya sisa dua hari lagi. Hari sudah sangat sore, mereka berdua pun mulai meninggalkan warung untuk pulang.

***

Di tengah perjalanan pulang menuju rumah Haikal, Seha terus diselimuti rasa penasaran sedari tadi. Ia pun langsung bertanya kepada Haikal.

“Oiya Haikal, kamu ga bisa naik motor ya?” tanya Seha.

“Mmm sebenarnya gue bisa, tapi...ada sesuatu hal yang buat gue trauma” ucap Haikal sedih.

“Hei apapun itu, kamu harus bisa melawannya Kal. Bukan maksud menghakimi, tapi kamu harus bisa...ga mungkin selamanya kamu terpuruk dalam hal tersebut kan? So kamu pasti bisa Kal, aku tau kamu orangnya kuat, dan yang paling penting itu jangan lupa sholat dan minat do’a ke Allah” ucap Seha tulus.

“Iya, makasi ya. Lo mirip Teteh hehe” ucap Haikal tersenyum sedih.

“Teteh? Mirip gimana?”

“Teteh selalu ceramahin pakai nada begitu, Teteh juga selalu ngingetin buat jangan makan cuka sebelum makan nasi, Teteh juga-“

“Juga apa?” tanya Seha penasaran.

“Ga jadi” ucap Haikal mencoba menyembunyikan kesedihannya.

“Ohh, berarti semua Kakak sama Kal?” ucap Seha.

“Sama?” tanya Haikal.

“Aku juga gitu ke adik ku” ucap Seha yang kali ini hanya membuat Haikal mengangguk paham.

“Oiya lo cukup lurus aja lalu belok kiri, ntar disana ada gerbang warna coklat, itu rumah gue” ucap Haikal.

Mereka pun sampai di kediaman rumah Haikal.

“Thanks Seha udah kasi gue tebengan dan traktir, lain kali gua bakal traktir lu juga ya” ucap Haikal berterima kasih.

“Iya santai aja, aku pulang ya Kal” balas Seha lalu pergi meninggalkan Haikal dengan tatapan kosongnya.

“Iya Seha, hati-hati dan…”

“Makasih” ujar Haikal sayup-sayup.

“Teteh…”

“Haikal berasa lagi sama Teteh, apa Haikal terlalu kangen ya Teh? Tapi dia mirip banget sama Teteh” ujar Haikal bermonolog sendiri. Hampa, itu yang ia rasakan saat ini. Ya ia merasa hidupnya hampa di rumah yang hampa pula. Hanya ia sendiri disini, tak ada orang sama sekali. Orang tuanya meninggal begitu pula dengan Kakanya, hanya harta warisan dari keluarganya saja yang ia miliki untuk bertahan hidup sampai saat ini. Jadi, apa yang harus ia lakukan? Menyusul keluarganya kah?

***

Matahari mulai terbit dari ufuk timur. Di sebauh kediaman terlihat seorang laki-laki berkemeja hitam yang sedang bingung mempertimbangkan sesuatu.

“Gua pakai si kuning atau ga ya? Tapi gue belum berani gimana dong? Duhh bawa atau gak ya? Ahh bawa aja lah dari pada nungguin si Eros yang lama banget rapatnya” ucap Haikal bermonolog sendiri. Akhirnya dengan sisa keberanian yang ia miliki, ia mulai mengendarai motornya si kuning dengan pelan. Setelah melewati berbagai rintangan bak sirkuit motor GP, akhirnya Haikal selamat sampai tujuan walaupun tangannya terus tremor sedari tadi. Ia pun memarkirkan motornya di parkiran kampus. Sebenarnya jarak rumahnya dari kampus cuma butuh 20 menit, tapi karena ia masih trauma jadinya ia berkendara dengan pelan sehingga membutuhkan waktu 40 menit untuk sampai ke kampus.

“Heh Haikal tumben banget lu bawa motor, wihh udah ga takut lagi ya cieee” ledek Jamal yang dating entah dari mana bersama Mahen dan Eros.

“Apanya yang ga takut, dari tadi tangan gue tremor mulu woi” gas Haikal.

“JANGAN NGEGAS JUGA KALI” balas Jamal lebih ngegas.

“Hmm btw pasti si Eros kesepian nih ga ada yang tunggangin motornya” balas Mahen dengan raut muka sok sedih.

“Paan si lu pada, cepet ini udah mau mulai kelas” ucap Eros lalu meninggalkan kedua temannya yang terlihat santai-santai saja.

“Oiya coi, ntar jangan lupa nongkrong ke warung Abah ya” ucap Mahen.

“Insyaallah” jawab Haikal dan Jamal serentak.

 

***

Jam 11.00 , semua kelasnya sudah selesai. Haikal langsung pulang ke rumah lebih awal dari sebelumnya. Ia tak tau mengapa, mungkin karena ia merasa kurang enak badan?. Ia pun mulai mengendarai si kuning motor vespa putih kesayangannya dengan pelan.

Saat sudah sampai di kediamannya, ia melihat seorang perempuan berambut panjang cokelat yang terlihat tengah menunggu seseorang di rumah tersebut, atau lebih tepat rumahnya.

“Hei…ngapain lu di sini?” tanya Haikal

“Aku mau ngembaliin ini Kal, gantungan kunci kamu ga sengaja ketinggalan di motor aku kemarin” jawab Seha.

“Oh gitu, ayo masuk dulu di sini panas” ajak Haikal.

Mereka pun masuk ke dalam kediaman Soedrajat. Satu kata yang terlintas dalam otak Seha tentang keadaan rumah ini, bersih. Wahh sejak kapan adik nya menajdi sebersih ini?

Sesampainya di ruang tamu, Haikal tiba-tiba berhenti dan berbalik menoleh ke arahnya.

“Seha…gue laper” panggil Haikal.

“Ck yaudah, benter aku masakin” ucap Seha.

“Oke gue ke atas ganti baju dulu ya” ucap Haikal.

Seha pun pergi kedapur dan mulai berkutat dengan bahan-bahan dapur seadanya di sana. Sepertinya pemilik rumah tak pernah membeli bahan masakan.

Haikal pun turun ke bawah dan mencium aroma masakan yang selama ini tak pernah ia cium, baunya lezat. Ia pun menyamperi Seha yang berada di ruang tamu.

“Wahh baunya lezat banget, hebat juga lu Seha” puji Haikal.

Seha hanya tersenyum pahit melihat sang adik.

“Jadi, selama ini kamu cuma makan mie saja ya Kal?” tanya Seha.

“Iya, lebih mudah di buat” ucap Haikal.

“Kal, itu ga baik. Coba kamu beli ayam di supermarket, terus nanti kamu taburin bumbu racik saja, diemin 20 sampai 30 menit terus kamu goreng” ujar Seha menjelaskan namun lelaki di sebelahnya hanya mengangguk malas.

“Haikal, aku serius…kamu harus jadi orang yang mandiri jangan manja, aku bakal ga lama lagi di sini” ujar Seha dengan tatapan sedih yang coba ia sembunyikan.

“Emang lo mau kemana” balas Haikal sambil memakan mie instan nyemek yang di buat Seha.

“Jauhhh Kal. Besok, ya besok aku akan pergi bersama keluargaku. Kamu mau kan kita ketemu untuk terakir kali? Besok aku tunggu ya kamu jemput di kos an aku” ujar Seha menghela napas.

“Iyaaa…Jadi gue sendiri lagi ya? Setelah Ayah, Ibu, sama Teteh pergi sekarang lo juga ya, hahaha” ujar Haikal tertawa pahit.

“Hei, kamu masih punya orang-orang baik di sekitar kamu. Jangan sedih berlarut-larut Haikal. Ayah, Ibu sama Teteh kamu nanti sedih di atas sana” ucap Seha dengan mata memerah.

“Tapi…gue ga bisa, gue terus ngerasa sendiri, gue ingin nyusul ayah, ibu sama teteh aja biar gue ga sendiri lagi” ujar Haikal dengan nada sedihnya.

“Seha, gue kangen sama mereka…”

“Gue ga bisa kaya gini terus..hiks”

“Teteh…”

Panggilan itu membuat tubuh Seha kaku,

“Haikal kangen sama Teteh” ujar Haikal dengan bahu yang mulai bergetar kecil.

“Maafin Haikal Teh… maaf” isak Haikal

Haikal terus menangis dalam diam, tak ada kata-kata yang terlontar lagi, tak ada isakan yang terdengar lagi. Hanya air mata yang terus menetes tanpa henti. Ini pertama kali nya setelah belasan tahun lalu ia melihat Haikal menangis. Haikal tak pernah menangis di depannya, sama sekali tidak pernah. Karena tak tega melihat adik nya, akhirnya Seha mulai mendekati dan mendekapnya agar tenang. Tangisan Haikal tak kunjung reda membuat hati Seha semakin terluka.

“Teh… jangan pergi..” ucap Haikal mengigau.

“Teteh ga kemana-mana, teteh kamu selalu di samping kamu kok Kal” ujar Seha sambil mengelus rambut Haikal yang sudah basah akan keringat.

Seha semakin bingung, bagaimana dengan kehidupan Haikal nanti setelah ia benar-benar pergi? Siapa yang akan menemaninya di saat sedih? Siapa yang akan memasakkanya? Apakah Haikal baik-baik saja saat ia pergi nanti?

“Haikal…” panggil Seha dengan suara bergetar. “Gak capek nangis hm?”

“Haikal, nanti pusing kalau nangis teruss” ujar Seha. Haikal mengangguk dalam diam.

“Seha..” panggil Haikal tiba-tiba.

“lo—lo pernah ngerasa kehilangan ga?” tanya Haikal sesegukan.

Seha diam.

“Sakit Seha—Gua mau nyusul-“

“Haikal!!jangan gitu kamu ga sendirian” tegur Seha.

“T-tapi Seha, gue yang udah buat Teteh Rere meninggal..”

“Andai malam itu gua dengerin omongan dia buat ngga ngebut..andai..”

“Haikal!” panggil Seha

“Andai saat itu…”

“Haikal udah cukup! Di dunia ini semua sudah di atur, jadi kamu jangan benci diri kamu sendiri atas takdir tuhan ya?” ujar Seha.

“Kamu ga salah, kamu juga korban! Bahkan sekarang kamu masih ga punya keberanian untuk berkendara, kamu bahkan sekarang hidup dengan bayang-bayang penuh ketakutan! Teteh kamu ga akan benci kamu karena kecelakaan itu kok Kal” ujar Seha tegas.

“Seha… makasi, sebelumnya gue ga pernah peluk orang asing kecuali Ayah, Ibu, sama Teh Rere, gue boleh tetep meluk lo buat cerita?” ujar Haikal dan Seha hanya mengangguk.

“Saat gue masih SMP ayah sama ibu selalu manjain gue dan… tiba-tiba kecelakaan itu terjadi. Dan ya, Ayah dan ibu meninggal dunia, rasanya kosong Seha…dari kejadian itu, gua mulai perlakui Teh Rere dengan kurang baik. Gua mikir, kalau gua gaterlalu baik sama dia, kalau suatu saat dia pergi, rasanya ga akan sesakit ini. Tapi…nyatanya gua salah Seha… Gua jahat sama Teh Rere bukan karena benci. Itu karena gua terlalu sayang sama dia..” ujar Haikal lalu kembali menangis. Siang hari itu, membuat Haikal merasa lega dan tenang karena telah meluapkan semua yang selama ini ia pendam, lega…sangat lega rasanya.

***

        Hari ini hari minggu sekaligus hari ketiga yang artinya merupakan kesempatan terakhir untuk Seha. Serta hari ini merupakan hari spesial untuk Haikal, karena merupakan hari kelahirannya. Oleh sebab itu, Seha membawa paperbag sedang sebagai hadiah terakhir untuk Adik nya di hari ulang tahunnya. Saat ini ia tengah menunggu Haikal adiknya untuk menjemputnya. Untuk sejenak ia menatap sekeliling kos yang ia tinggali tiga hari terakhir, entah bagaimana ia bisa berada di tempat dan wajah cantik ini. Intinya ia sangat berterima kasih kepada Tuhan.  Tepat pukul 21.00 Haikal datang dengan Taxi, katanya sih biar aman. Lalu ia pun masuk setelah di persilahkan. Rencananya sih sekarang mereka akan pergi ke pantai.  Karena perjalanan ke pantai tidak terlalu jauh atau hanya butuh waktu 45 menit, akhirnya mereka sampai. Pantai tersebut terlihat lumayan sepi karena mereka memilih tempat yang strategis.

“Haikal” panggil Seha.

“Iya?” jawab Haikal.

“Selamat berumur ke-20  Haikal, I hope god always give you happiness, keep healthy Haikal” Teriak Seha ceria.

“Oiya ayo make a wish!!” ujar Seha sambil menyodorkan korek api di depannya.

Haikal pun menyatukan kedua tangannya sambil menutup matanya.

“Fiuhh…” tiup Haikal.

“Yeay!!! Happy Birthday Haikal you did well for this year!!” ujar Seha sumringah.

“Oiya ini hadiah terakhir dari aku, semoga kamu suka Haikal” ujar Seha sambil menyodorkan paper bag yang sedari tadi ia bawa.

“Makasiii banget Seha, lo adalah orang asing yang berhasil membuat gue feel free buat cerita apa aja, thanks banget Seha” ucap Haikal.

“Iya Kal, jangan lupa hidup dengan baik ya dan kamu harus bisa mandiri” ujar Seha berkaca-kacan Lalu mereka berdua pun memilih duduk di pinggir pantai. Pemandangan yang sangat indah, ombak kecil yang terlihat sangat menenangkan, angina sepoi-sepoi kecil menerpa wajah keduanya. Dingin, tapi itu tidak mempan untuk Kakak beradik tersebut.

“Teh Rere…” suara Haikal memecah keheningan.

“Teh, di atas sana tolong bilang sama Ayah sama Ibu. Bilang kalau Haikal kangen gajadi mau nyusul kalian hehe” ucapnya getir namun masih sempat tertawa.

“Teh Rere..”

“Ayah..”

“Ibu..”

“Haikal hari ini ulang tahun…”

“Haikal kangen…” ujar Haikal sambil menatap bintang di atas langit sana.

Seha hanya bisa terdiam mendengar adiknya bermonolog, ia…merasa berat untuk meninggalkan adiknya sendirian di dunia ini.

Tak terasa waktu berselang lama, dan jam menunjukkan pukul 23.30.

“Kal kayanya aku pamit ya keluarga ku udah chat aku dari tadi nih, terimaksih atas semuanya. Kamu adalah adik yang baik, sekali lagi aku pamit ya Kal” ujar Seha mencoba untuk tetap tersenyum, ia pun bangkit dari duduknya dan berjalan menjauhi Haikal.

“Kamu pulang sendiri ya?aku-” ucap Haikal dengan suara serak.

“Ga usah Kal, aku nanti di jemput kok” ucap Seha

“Oke byeee Seha, makasi!!”

Seha pun mulai bangkit dari duduknya, dan mulai meninggalkan Haikal. Tapi sebelum itu sesuatu yang tak terduga keluar dari mulut Haikal.

“Teh…”

“Haikal tau itu Teteh”

“Cuma Teteh yang tahu kalau setiap beli mie ayam, Haikal selalu makan dua porsi’

“Teh Rere dengan larangan cuka”

“Teh Rere dengan mie ayam tanpa suiran ayam..dan…”

“Bagaimana Teteh langsung tahu dimana letak dapur padahal itu pertama kali Teteh datang”

“Haikal sekarang ngerti kenapa pelukan Seha terasa nyaman…”

“Berhenti Teh..”

“Selamat ulang tahun Kal, maafin Teteh ya” ucap Seha tanpa berbalik arah. Namun bisa dilihat dari belakang, tubuhnya bergetar hebat.

“Haikal mau ikut Teteh…”

Perempuan itu menjawab dengan gelengan kuat.

“Ga bisa Kal, hidup kamu berharga. Dunia ngga pernah jahat, kamu ingat itu. Bertahan ya demi Teteh…buat…Teteh” ucap Seha mencoba tenang.

Mereka berdua saling terisak menangis.

“Pulang Kal” ujar Seha.

“Teteh juga, ayoo…” balas Haikal.

“Rumah Teteh bukan di sini lagi, Haikal…maaf” ujar Seha terisak walaupun mencoba tenang.

“Kita ketemu dikehidupan berkutnya ya Kal, Teteh janji…”

“Haikal pulang ya…tugas teteh udah selesai di sini” ujar Seha.

“I-iya teh Haikal akan pulang, teteh juga yaa… jangan lupa sampein salam Haikal sama Ayah dan Ibu ya Teh…” ujar Haikal dengan terpaksa karena tak mau Tetehnya terbebani dengan hal ini.

“Pasti, sekarang balik badan kamu” perintah Seha, Haikal pun hanya menurut saja.

Seha mendekati sang adik dan memeluknya dari belakang.

“Hidup baik-baik ya Kal, ingat hidup kamu selalu berharga” bisik Seha untuk terakhir kali dan akhirnya ia menghilang bagai tertiup angin.

“Iya Teh…Haikal janji” ucap Haikal bermonolog sendiri.

 

-End-


Bagikan ke:

Apa Reaksi Anda?

0


Komentar (0)

Tambah Komentar

Agenda Terbaru
Prestasi Terbaru